Mojokerto, LenteraInspiratif.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Mojokerto secara resmi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam kasus korupsi yang melibatkan dua terdakwa dalam perkara dugaan penyalahgunaan pembiayaan di PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Kota Mojokerto. Kasasi diajukan terhadap terdakwa Bambang Gatot Setiono dan Hendra Agus Wijaya.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kota Mojokerto, Tezar Rachadian, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirimkan permohonan kasasi pada tanggal 24 Maret 2025. Langkah ini diambil setelah Kejaksaan menerima salinan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya pada 13 Maret 2025, yang sebelumnya dijatuhkan pada 4 Maret 2025.
“Kasasi sudah kami kirimkan sejak tanggal 24 Maret 2025,” ujar Tezar pada, Senin (14/4/2025).
Majelis hakim Pengadilan Tinggi Surabaya dalam putusannya menguatkan vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya terhadap kedua terdakwa. Dalam putusan tingkat pertama, Bambang Gatot Setiono dan Hendra Agus Wijaya dijatuhi hukuman 7 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti kerugian negara. Vonis ini kemudian dikuatkan di tingkat banding.
Kasus ini sendiri bermula dari dugaan korupsi dalam pemberian pembiayaan oleh PT BPRS Kota Mojokerto selama periode 2017–2020. Penyidik menemukan adanya penyimpangan dalam proses pencairan kredit, di mana kredit diberikan kepada sejumlah nasabah yang tidak memiliki kelayakan usaha, tanpa agunan yang cukup, serta tidak dilakukan analisis risiko sebagaimana mestinya.
Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp29 miliar. Selain Bambang dan Hendra, dalam kasus ini juga turut dijerat tiga terdakwa lainnya yakni mantan Direktur Utama BPRS Choirudin, mantan Direktur Operasional Reni Triana, dan seorang debitur lain bernama Sudarso. Kelima terdakwa dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi pidana penjara bervariasi antara 7 hingga 9 tahun.
Menurut Kejari Kota Mojokerto, pengajuan kasasi merupakan bagian dari upaya penegakan hukum untuk memastikan seluruh pihak yang bertanggung jawab mendapatkan hukuman yang setimpal, sekaligus menjadi peringatan agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan di institusi keuangan milik pemerintah.
“Ini bukan hanya soal menghukum, tetapi juga upaya menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan dan pemerintahan,” tutup Tezar.