Jawa TimurSejarah

Sejarah Singkat dan 4 Fakta Menarik Situs Siti Inggil Trowulan, Mojokerto

×

Sejarah Singkat dan 4 Fakta Menarik Situs Siti Inggil Trowulan, Mojokerto

Sebarkan artikel ini
Situs Siti Inggil, Mojokerto
Situs Siti Inggil

Lenterainspiratif.id | Mojokerto – Situs Siti Inggil merupakan petilasan Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jawawardhana atau Brawijaya I yang menjadi tonggak awal lahirnya Majapahit di tahun 1293 M.

Situs Siti Inggil berada di Dusun Kedungwulan, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.

Semasa kecilnya, Raden Wijaya dipanggil dengan nama Djoko Suruh. Petilasan tersebut berbentuk makam dengan panjang sekitar 2 meter lebih. Mengingat di era Majapahit dikenal agama ’budi’ dengan sebagian Hindu tidak mengubur jenazah. Agama Islam-lah yang mengajarkan pemakaman melalui dakwah para Walisongo.

Masyarakat pada masa Majapahit mengenalnya dengan istilah mukso (menghilang) atau diperabukan.

Abu inilah yang kemudian disimpan di candi ataupun dihanyutkan ke laut. Situs ini juga dikenal dengan sebutan Lemah Geneng, yang artinya sama dengan Siti Inggil yaitu tempat yang tinggi atau tanah yang tinggi.

Terdapat empat fakta menarik mengenai situs ini diantaranya adalah:

1. Terdapat Lima Nisan

Di dalam kompleks Siti Inggil ini ada lima nisan, yakni nisan Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardhana, pendiri Kerajaan Majapahit. Kemudian makam Ghayatri (permaisuri Raden Wijaya) dan dua selirnya yang bernama Dhoro Pethak dan Dhoro Jinggo, serta abdi kinasih.

Selir pertama disebut Ndoro Petak karena kulitnya putih dan ia berasal dari Tiongkok. Sedangkan selir kedua disebut Ndoro Jinggo sebab kulitnya kuning dan ia perempuan terhormat dari Kamboja. Selain itu ada juga makam dari abdi kinasih atau abdi dalem dari Hayam Wuruk dan permaisuri.

2. Tempat Pertama Raden Wijaya Sebelum Mendirikan Kerajaan Majapahit

Petilasan Raden Wijaya ini dipercaya sebagai tempat pertama kali Raden Wijaya mendirikan kerajaan Majapahit, di sini juga diyakini sebagai tempat peristirahatan terakhirnya. Di antara beberapa bangunan yang ada di kompleks Siti Inggil, terhadap bangunan Sanggar Pamujan.

Sesuai namanya, sanggar ini menjadi tempat pemujaan yang konon dipakai Raden Wijaya melakukan semedi atau bertapa. Pada bangunan yang tingginya sekitar 3 x 3 meter dari permukaan tanah itulah untuk pertama kalinya Raden Wijaya mendapatkan ‘Wahyu Keprabon’.

Di tempat ini Raden Wijaya mendapatkan wangsit atau bisikan gaib untuk mendirikan Kerajaan Majapahit.

3. Terdapat Dua Makam Pengawal Raden Wijaya

Pada kompleks Siti Inggil juga terdapat dua makam, selain posisinya di luar kompleks bangunan utama, dua makam ini berada tepat di sebelah kiri sebelum memasuki bangunan petilasan yang selalu terkunci.

Yakni Sapu Jagad dan Sapu Angin yang merupakan pengawal dari Raden Wijaya. Dua nama Sapu Jagad dan Sapu Angin bukan nama asli mereka melainkan gelar dari Kerajaan Majapahit atas ilmu yang dimilikinya. Dua sosok itu merupakan ajudan Raden Wijaya. Sebelumnya, dua sosok yang tidak diketahui namanya dikenal sebagai prajurit dan pengikut setia menantu Kertanegara Raja Singosari tersebut.

Pada masa-masa sulitnya Raden Wijaya, dua sosok inilah yang terus mendampingi hingga berhasil menumpas Raja Jayakatwang. Di luar tembok kompleks makam Raden Wijaya ini terdapat 1 buah sumur dan tempat bersemedi bagi peziarah. Ada juga makam Mbah Kasan, salah satu dari sekian banyak guru spiritual Soeharto.

Selain itu juga terdapat sumur tua yang hingga saat ini masih digunakan. Hampir setiap hari selalu ada saja pengunjung yang datang dari berbagai daerah. Bahkan pada hari-hari tertentu, seperti Jumat Legi dan malam satu Suro, situs ini dipadati pengunjung dari kawasan Mojokerto, hingga Bali.

4. Tempat Ritual Para Petinggi Negara

Tidak sedikit tokoh dan pejabat berkunjung untuk berziarah dan mengunjungi situs sejarah tersebut mulai dari politisi, pejabat lokal, pejabat negara, pengusaha hingga sekelas Presiden sekalipun. Sejumlah Presiden pun pernah mengunjungi situs ini, mulai dari Soekarno, Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono dan Gus Dur.

Kunjungan pejabat itu dilakukan sejak era Presiden Soekarno. Mereka berziarah ke Situs Siti Inggil dengan harapan agar bisa mendapatkan tuah atau berkah dari Raden Wijaya yang berhasil menyatukan Nusantara. Karena ada anggapan dari banyak kalangan bahwa tempat ini dapat memberikan tahta atau kedudukan pada setiap orang yang datang jika dilakukan dengan rutin. (Met).

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *