HukumJawa TimurKriminal

BPRS Kota Mojokerto jadi Ajang ‘Bancaan’, Kredit Rp 2 M untuk Belanja Material Malah Dibuat Pelunasan CV

×

BPRS Kota Mojokerto jadi Ajang ‘Bancaan’, Kredit Rp 2 M untuk Belanja Material Malah Dibuat Pelunasan CV

Sebarkan artikel ini
BPRS Kota Mojokerto,
Sidang kasus korupsi BPRS Kota Mojokerto

Mojokerto, LenteraInspiratif.id – Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Mojo Artho Kota Mojokerto seolah menjadi ajang ‘bancaan’ oknum tak bertanggung jawab. Duit bank plat merah ini dikuras dengan modus pengajuan pembiayaan yang tidak sesuai peruntukannya. Salah satunya pengajuan pembiayaan Rp 2 Miliar untuk pembelian material bangunan malah dipakai pembiayaan beberapa CV.

Fakta tersebut terungkap dalam sidang kasus korupsi di BPRS Kota Mojokerto yang berlangsung di ruang sidang Candra Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Surabaya, Selasa (29/10/2024). Kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Mojokerto menghadirkan 11 saksi dari internal BPRS.

Mereka diantaranya, Arief Zakaria, Catur Puguh, Ach. An’naszhifan, Candra Rispiristurahma, Rindha Nue Fariandari, Fieqa Audiawisnu, Agus Sarjiyanto, Yenendar, Indah Purwanti, Anisa Rachma, dan Iqbal Fajar Bastaman.

Didepan majelis hakim, Rindha Nue Fariandari menyampaikan, pada tanggal 2 Oktober 2017 terdakwa Sudarso pernah mengajukan pinjaman pembiayaan dengan plafon Rp 2 miliar untuk pembelian material bahan bangunan rumah tinggal. Tetapi faktanya, pembiayaan tersebut malah digunakan Sudarso untuk pembiayaan beberapa CV.

“Saat itu tahun 2017 saya tidak tahu jika peruntukkanya untuk menutup CV. Baru sekitar tahun 2019 atau 2020 saat Bu Reni memerintah saya untuk meneliti pembiayaan-pembiayaan ini,” ungkap Rindha.

 

Rindha menuturkan, setidaknya ada 7 CV menerima pembiayaan dari kredit yang tidak sesuai peruntukan tersebut. Saat mengajukan kredit, awalnya Sudarso menyodorkan jaminan sertifikat hak milik (SHM) tanah milik Muhammad Zaeni Ilyas. Namun dipertengahan jalan, Sudarso menukar jaminan menjadi SHM miliknya dan Suratmi. Parahnya lagi, jaminan ke-dua tidak diikat hak tanggunan.

“Awalnya jaminan memakai SHM atas nama Muhammad Zaeni Ilyas, saat itu sudah terpasang hak tanggunan. Kemudian saat restruk ada penukaran jaminan dan yang terakhir tidak terpasang hak tanggunan,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *