Opini

Militansi Cangkokan Modal Korporasi Atau Perjuangan Rakyat Sejati?

×

Militansi Cangkokan Modal Korporasi Atau Perjuangan Rakyat Sejati?

Sebarkan artikel ini

Firman haqiqi

Pegiat Literasi Mekar

Setiap perjuangan tentu berawal dari buah rasa kepedulian (empati) terhadap keadaan, baik itu lingkungan ataupun masyarakat sekitar. Perjuangan tidak akan terlepas dari bagian terpenting yang dimiliki manusia, yaitu hati dan akal budi. Maka itulah sebabnya kenapa sebagian dari kawan-kawan aktifis yang sering saya temui hingga saat ini dengan rela hati (setia berada digaris massa) rela mengorbankan diri – melebur bersama rakyat untuk terus berjuang melawan segala bentuk penindasan dan ketidak-adilan, hingga keadilan sejati (haqiqi) terwujud dan kembali ditegakkan. “

 
Bagi kawan-kawan yang tetap setia berada digaris massa, maka dalam kesempatan ini saya secara pribadi akan terus berdo’a, memohon untuk esok hari, semoga Tuhan dan seluruh alam semesta ini, memberkati setiap perjuangan kawan sekalian, juga mewujudkan cita dan harapan atas apa yang menjadi tuntutan perjuangan, yaitu tegakkannya sebuah keadilan sejati (hakiki). 
 
Berbicara soal apa itu aktifis lokal (local activism), maka hal mendasar yang harus kita ketahui ialah : segala bentuk aktifitas peng-organisasian baik ekonomi, sosial-politik dan budaya yang di mulai dan terbentuk secara terstruktur dan sistematis dalam suatu wadah-organisasi baik ditingkat mahasiswa maupun masyarakat (ormas) – yang aktifitas gerakanya hanya terfokus pada suatu daerah tertentu. Berdasar pada temuan – analisis aktifisme gerakan swadaya masyarakat (LSM) di daerah lokal khususnya Kabupaten Lamongan, muncul sebuah tafsiran lain yang mengatakan bahwa :  model aktifis lokal seperti ini biasanya tidak memiliki basis ideologis, melainkan hanya sekedar melakukan peng-organisasian dan mobilisasi masa ketika momentum-momentum tersendiri-seremonial. Dan ketika membangun sebuah gerakan, maka yang dilakukan adalah membangun kesadaran palsu — membangun rasa empati dan simpati, menarik perhatian rakyat dan membangun solidaritas atas nama kepentingan massa rakyat. 
 
Di lokal daerah, tidak jarang dari sejumlah aktifis lokal kemudian sanggup menangguh separuh atau bahkan seluruh biaya pergerakanya untuk kepentingan bersama-rakyat (kesadaran materialistik), walaupun besar kemungkinan setelah itu ia akan mengadu pada korporasi atau orang tertentu untuk melaporkan besaran biaya yang diperuntukkan. Peng-organisiran dan mobilisasi masa dalam skala kecil dan besarpun dilakukan atas dasar besaran jumlah transaksi (nominal) yang sebelumnya telah disepakati. Artinya, model gerakan yang dibangun atas dorongan material, – yang berasal dari hasil kesepatakan antara aktifis gerakan dengan korporat atau perseorangan, maka setelah itu gerakannya akan runtuh dan bubar seiring proses transaksi jumlah (nominal) itu dilakukan. 
 
Pada suatu waktu-momentun tertentu, aktifis lokal tersebut akan kembali menerima job-order masa, dan kembali memulai mobilisasi masa dalam jumlah-jumlah yang telah disesuaikan dengan jumlah transaksi (nominal) yang sudah disepakati sebelumnya baik oleh korporasi atau oknum yang berkepentingan untuk pencitraan. Inilah yang kudian oleh sebagian besar kawan-kawan yang masih setia berada di garis perjuangan massa mengatakan bahwa : bentuk pelacuran itu tidak melulu hanya pada persoalan bagaimana seseorang melalui fisiknya bisa menghasilkan materi (uang), tetapi jika seorang terpelajar atau aktifis gerakan dengan sejumut pengetahuan tentang peng-organisasian massa rakyat kemudian memperjual belikan gerakan pada korporat atau perseorang yang berkepentingan – maka itu sama halnya melacurkan militansi – gerakan pada kepentingan korporat-modal. 
 
Gerakan yang sebelumnya telah terbentuk melalui ruang diskusi dan berubah menjadi kerja-kerja organisasi yang terstruktur, kemudian bertransformasi menjadi suatu gerakan yang menakutkan, menakut-nakuti (hantu instansi & masyarakat), bahkan kerapkali keberadaannya dianggap sebagai parasit bagi korporat-borjuasi. Di lain aktifitas peng-organisasian dan mobilisasi, para aktifis lokal-pun masuk ke dalam lingkaran-jaringan korporat dan para pejabat (eksekutif dan legislative), melakukan upaya lobiyying untuk mendapatkan beberapa program dan negosiasi sejumlah nominal transaksi — model negosiasipun bermacam, terkadang bisa dalam bentuk ancaman pemboikotan alat produksi, juga ancaman gerudukisasi. 
 
Lalu apakah Gerakan yang dibangun atas dorongan kepentingan-modal bisa dikatakan sebagai Perjuangan Rakyat Sejati? 
Sebuah gerakan yang dibangun atas dorongan kepentingan-modal, maka sudah barang tentu tidak dapat dikatakan sebagai bentuk Perjuangan Rakyat Sejati. Perjuangan yang sama sekali tidak didasari oleh kesadaran sejati (palsu) akan memungkinkan dua hal, yaitu : manipulasi bagi kepentingan kelas penindas; atau penyerahan kepemimpinan politik kepada kelas di luar dirinya, kelas yang asing – yang akan mengkhianatinya (dikutip dari materi Sang Pandai Api). Itulah sebabnya, kesadaran sejati harus terus menerus disebarluaskan (seluas-luasnya) kepada rakyat bahwa : hanya oleh massa tertindas yang sadar dan ter-organisirlah yang mampu melaksanakan Perjuangan Rakyat Sejati (Revolusi Demokratik sepenuh-penuhnya).
Perjuangan yang berangkat dari kesadaran sejati akan menciptakan suatu gerakan yang ter-organisir, dan memiliki daya militansi tersendiri (kesadaran kolektif) yang tidak akan mudah patah karena suatu dorongan kepentingan-modal-kapital. Gerakannya-pun akan membesar tanpa suatu dorongan kepentingan korporat-borjuasi, karena bagi mereka yang sadar dan tetap setia berada di garis massa, perjungan untuk rakyat adalah tujuan hidup yang sejati. 
“Seorang terpelajar haruslah adil sejak dalam hati, fikiran dan tindakan –Pramoedya Ananta Toer”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *