Mojokerto, LenteraInspiratif.id – Menjelang perayaan Hari Raya Waisak 2569 BE atau 2025 Masehi, Maha Vihara Mojopahit kembali menggelar tradisi spiritual tahunan berupa pemandian Patung Buddha Tidur Maha Paranibbana pada Rabu pagi (7/5/2025). Tradisi ini tak hanya menjadi persiapan spiritual menyambut Waisak, tetapi juga simbol penghormatan kepada Sang Buddha serta refleksi penyucian batin umat manusia.
Patung berlapis emas ini terletak di Dusun Kedungwulan, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Dibangun pada tahun 1993 dan diresmikan tahun 2001, patung ini telah diakui Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) sebagai Patung Buddha Tidur terbesar di Indonesia dengan panjang 22 meter, lebar 6 meter, dan tinggi 4,5 meter.
Tradisi pemandian dilakukan dengan menggunakan air bercampur bunga melati, kenanga, mawar, dan kembang Macan Kerah, yang disiramkan ke seluruh bagian patung menggunakan selang dan ember. Selanjutnya, patung dibersihkan secara menyeluruh oleh lima orang perwakilan warga sekitar—baik umat Buddha maupun dari agama lain, termasuk Islam dan Kristen.
“Kami tidak melihat latar belakang agama di sini. Ini soal gotong royong dan rasa hormat terhadap sesama,” ujar Samsul Arifin, warga Muslim yang turut terlibat dalam prosesi.
“Saya ikut dari tahun ke tahun karena merasa ini bagian dari merawat budaya dan toleransi. Ini bukan soal keyakinan, tapi kebersamaan,” tambahnya.
Prosesi dimulai dengan pembacaan doa dan meditasi singkat oleh Pandita Maha Vihara Mojopahit, Saryono, yang kemudian memimpin jalannya penyucian patung.
“Tidak ada ritual rumit, yang penting adalah niat dan pemahaman makna. Ini adalah simbol membersihkan diri dari nafsu, amarah, dan kebencian,” jelas Saryono.
Tak hanya memandikan patung, relief dan ornamen di sekitar pondasi patung juga dibersihkan secara teliti agar tetap terawat. Air bunga digunakan sebagai simbol keharuman batin, sementara proses penyucian menggambarkan upaya umat dalam menanggalkan kekotoran pikiran.
Ni Ketut Aryani, umat Buddha asal Bali yang turut hadir dalam kegiatan ini, mengaku haru menyaksikan keterlibatan warga lintas iman.
“Saya baru pertama kali ke Mojokerto, dan jujur terkesan. Ini wajah nyata dari Bhineka Tunggal Ika. Rasanya damai,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Panitia Waisak 2025, Sumantri, menjelaskan bahwa penyucian ini menjadi agenda tahunan yang wajib digelar.
“Ini bukan hanya kegiatan ritual, tapi juga pariwisata religi. Banyak pengunjung dari luar daerah datang hanya untuk menyaksikan tradisi unik ini,” ujarnya.
Perayaan puncak Waisak di Maha Vihara Mojopahit akan digelar pada Senin, 12 Mei 2025 mulai pukul 19.00 WIB, dengan mengusung tema nasional “Semangat Kebersamaan untuk Indonesia Maju.”
“Makna tema tahun ini sangat tepat. Kami ingin menunjukkan bahwa dari Mojokerto, kita bisa memberi contoh hidup damai dalam perbedaan,” tegas Sumantri.
Patung Buddha Maha Paranibbana sendiri menggambarkan detik-detik terakhir kehidupan Siddhartha Gautama, Sang Buddha, yang wafat dalam posisi tidur miring ke kanan, dengan tangan kanan menopang kepala.
Bangunan ini juga menjadi ikon wisata religi nasional, menarik ribuan peziarah dan wisatawan tiap tahun, terutama saat momen Waisak.