
BLITAR – Dipicu regulasi rekruitmen calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2018, yang dinilai tidak berkeadilan, 3.750 pegawai dari guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT) Kabupaten Blitar, menggelar mogok kerja. Rencananya, aksi mogok kerja yang akan mereka lakukan selama sepekan, yakni dari tanggal 24 sampai dengan 29 September mendatang.
Mereka menganggap, pengabdian pada negara yang dilakukannya selama puluhan tahun tidak dihargai. Sehingga, mereka melakukan aksi mogok kerja di UPTD masing-masing. Selain itu, mereka juga menggelar doa bersama yang berada di depan kantor UPTD.
“Mogok massal ini merupakan instruksi dari PGRI Kabupaten Blitar. Kami memang harus memperjuangkan hak-hak kami, setelah puluhan tahun mengabdi pada negara. Dan kami meminta pada pemerintah, untuk memberikan prioritas bagi kami agar menjadi PNS tanpa tes. Karena kalau melalui jalur tes, jelas kami sudah tidak memenuhi syarat semua, “beber Dedi Churniawan, Korlap GTT/PTT Wonodadi, pada Senin (24/09/2018).
foto : saat menyampaikan aspirasinya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi Munthohar, Ketua PGRI Kabupaten Blitar, membantahnya, jika aksi mogok kerja yang dilakukan oleh GTT dan PTT itu, atas instruksinya. Namun, dia menegaskan hanya menfasilitasi aspirasi GTT/PTT yang dinilainya perlu disalurkan.
“Tidak ada instruksi resmi dari PGRI. Dan PGRI hanya sebagai wadah mereka (GTT/PTT, red) merespon kegiatan tersebut. Karena, daripada liar ditunggangi pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Jadi, PGRI hanya menfasilitasi kegiatan mereka untuk mengekpresikan aspirasi kekecewaan pada pemerintah, “terangnya.
Bukan hanya mogok kerja sepekan, para GTT dan PTT Kabupaten Blitar, akan berencana pergi ke Jakarta. Rencananya, tanggal 27 mendatang, bersamaan dengan GTT dan PTT lainnya yang berada di wilayah Jawa Timur.
“Agenda ke Jakarta itu untuk mendesak pengurus besar PGRI melakukan negosiasi dengan kementrian terkait untuk merubah regulasi rekruitmen CPNS. Utamanya, bagi honorer GTT/PTT, “ungkapnya.
Nasib GTT dan PTT perlu diprioritaskan oleh pemerintah. Karena secara kemampuan mendidik dan mengajar, mereka sudah terasah. Sebab, masa pengabdiannyapun rata-rata lebih dari 10 tahun. Namun, kesejahteraannya jauh dari kata sejahtera.
“Tenaga honorer itu, tenaganya dipakai sejak pukul 07.00 sampai 13.00 WIB. Akan tetapi, untuk honor mereka hanya mendapatkan Rp. 150rb/perbulan. Dan manusiawikah itu?, “tegas Munthohar.
Sebulan rata-rata hanya mendapat honor Rp 150 ribu. Manusiawikah itu?,” beber Munthohar penuh semangat.
Masih menurut Munthohar, honor GTT dan PTT diambilkan dari 15% dana BOS yang disalurkan ke masing-masing lembaga pendidikan. Data PGRI Kabupaten Blitar mencatat, setiap lembaga pendidikan, jumlah GTT dan PTT-nya lebih banyak dibandingkan PNS.
“Jadi bisa dikatakan, proses belajar mengajar itu dominan dilakukan justru oleh GTT ini. Katanya, sebuah bangsa akan besar ditentukan kualitas pendidikannya. Kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas tenaga pendidiknya. Dan kualitas pendidik ditentukan oleh kesejahteraan hidupnya. Bagaimana bangsa ini akan besar, jika tenaga pendidiknya tidak dipedulikan kesejahteraannya, tandas Ketua PGRI Kabupaten Blitar.
Diketahui, aksi mogok kerja yang dilakukan oleh GTT dan PTT berasal dari wilayah Wonodadi, Kanigoro, Wlingi, Nglegok, Sanankulon, Srengat, Kademangan, Kesamben, dan Garum. (yus)






