
Mojokerto – Menanggapi adanya isue silang sengkarut data warga Kota Mojokerto yang terjangkit virus dengue, DPRD Kota Mojokerto bergerak cepat melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Kesehatan Kota Mojokerto di ruang Rapat DPRD, Jalan Gajah Mada Nomor 145, Kota Mojokerto.
Ketua DPRD Kota Mojokerto, Febriana Meldyawati mengatakan Rabu (06/02) bahwa RDP kali ini dengan Dinas Kesehatan Kota Mojokerto yang mengangkat isue silang sengkarut data warga Kota Mojokerto yang terjangkit virus dengue, antara yang dipaparkan pemangku kepentingan di bidang kesehatan dengan informasi yang diterima para legislator daerah.
“Kami minta Dinas Kesehatan selaku sebagai OPD pengampuh bidang kesehatan melakukan penguatan fungsinya, termasuk juga melakukan evaluasi terhadap kader-kader juru pemantau jenik (Jikantik) serta melakukan tindakan proaktif jemput bola ke kediaman warga yang terjangkit maupun terindikasi DBD,” kata Febriana Meldyawati
masih kata Febriana, permintaan itu tak lepas dari ekses kasus DBD yang kini menjadi sotoran publik. Digelarnya RDP bukan untuk mencari tahu siapa yang salah atau benar. “Karena masyarakat harus tahu dan memang berhak tahu informasi yang benar soal DBD”.
Terlebih, lanjut Febriana, karena pemahaman tentang DBD bisa dibilang masih minim, sehingga harus diinformasikan secara gamblang perbedaan demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD).
“Rumah sakit seringkali memberikan informasi ke keluarga pasien terkait diagnosa DBD, padahal pasien yang bersangkutan kena DD. Persepsi publik, si pasien terjangkit DBD meskipun baru sebatas diagnosa dokter,” paparnya.
Maka dari itu, yang harus segera ditindaklanjuti yakni langkah-langkah antisipatif agar kasus DBD tidak sampai menjadi endemik.
“Termasuk apakah fogging yang disebut tidak efektif karena bisa membuat nyamuk resisten itu masih perlu dijalankan, atau sebaliknya,” tegasnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Mojokerto, Christina Indah Wahyu dalam kesempatan itu juga membeber data pasien DBD by name by address per 31 Januari 2019.
“Sesuai pedoman Kementerian Kesehatan, maka jumlah penderita DBD sampai dengan akhir Januari 2019 sebanyak tujuh orang. Kalau ada data warga kota penderita DBD sebanyak 46 orang, maka secara medis itu akumulasi jumlah penderita DD dan BDB,” jelasnya.
Dianggap melakukan pencitraan lantaran keunggulan Kota Mojokerto di bidang PSN dan jadi pilot project PSN, sehingga memilih ‘menyembunyikan’ data pasien DBD, pihaknya menepisnya.
“Tidak ada pencitraan sekedar mempertahankan predikat. Kami tetap lebih mengutamakan masyarakat,” tandasnya. Pihaknya tidak menampik, jika penanganan DBD dan penyakit lainnya masih harus di evaluasi.
“Kami siap mengedukasi langsung ke warga. Kami siap diundang kapan pun untuk kepentingan ini,” pungkasnya. (roe)






