Foto : che guevara bersama presiden soekarno
Team : Lenterainspiratif.com
Tanggal 9 Oktober, setengah abad yang lalu, di sebuah sekolah di La Higuera, Bolivia, Ernesto Che Guevara dieksekusi mati oleh tentara Bolivia. Legenda revolusi Amerika Latin mati muda: 39 tahun.
Seharusnya, begitu tertangkap hidup-hidup, Che di bawah ke pengadilan. Namun, Rene Barrientos, Presiden Bolivia saat itu, memerintahkan agar Che segera dieksekusi mati. Dia khawatir, kalau Che di bawah ke pengadilan, proses peradilannya justru menjadi panggung politik yang menarik solidaritas luas.
Tetapi Barrientos salah. Eksekusi mati tidak membunuh api perjuangan Che. Setelah kematiannya 49 tahun lalu hingga sekarang, api semangat Che terus membakar ranting perlawanan kaum tertindas di mana saja di belahan dunia ini.
Berikut ini beberapa fakta menarik tentang Che:
Pertama, Che bukan orang Kuba
Kita mengenal Che sebagai seorang revolusioner yang berkontribusi besar dalam kemenangan revolusi Kuba tahun 1959. Namun, Che bukanlah orang Kuba.
Che lahir di kota Rosario, Argentina, pada 14 Juni 1928. Kedua orang tuanya sendiri tidak murni Argentina. Bapaknya, Ernesto Guevara Lynch, punya darah Irlandia. Sedangkan ibunya, Celia de la Serna y Llosa, punya darah Spanyol.
Baru setelah revolusi Kuba menang, Che diangkat sebagai warga negara resmi Kuba. Itu terjadi pada 9 Februari 1959.
Kedua, terserang penyakit sejak belia
Dalam usia balita, Che berulangkali diserang penyakit. Pertama, pada umur baru 40 hari, dia terserang penyakit pneumonia yang nyaris merenggut nyawanya.
Pada tahun 1930, ketika umurnya baru menginjak dua tahun, Che diserang penyakit asma. Karena serangan penyakit itulah keluarga Che banyak berpindah tempat. Sampai akhirnya keluarga Che menetap di Alta Gracia, Cordoba, Argentina.
Karena penyakit asma pula Che telat masuk sekolah. Sebagai gantinya, ibunya mengajari Che di rumah. Che baru masuk sekolah di tahun 1937 dan langsung kelas dua di Jose de San Martin School.
Namun, kendati menderita asma akut, Che kecil tetap suka berenang dan bermain rugbi.
Tiga, sangat dipengaruhi ibunya
Ibuda Che, Celia de la Serna, sangat berpengaruh dalam kehidupan Che. Termasuk membantuk karakter dan pemikiran politiknya.
Celia sangat politis dan berpikiran maju. Valeria Bodden dalam Che Guevara: Political Activist & Revolutionary menyebut Celia seorang feminis sekaligus sosialis. Dia kerap menjadikan rumahnya sebagai tempat pertemuan untuk mendukung pergerakan di Argentina.
Dan ibunya ini tidak segan berbagai pengetahuan politik kepada anaknya.
Tetapi bapak Che, Ernesto Guevara, sebetulnya juga sangat progressif. Dia adalah pendukung Republiken dalam perang sipil di Spanyol melawan fasisme.
Keempat, rajin membaca buku sejak belia
Sejak kecil Che sudah jadi kutu buku. Di usia belia dia sudah membaca karya Alexander Dumas, The Three Musketeers dan The Count of Monte Cristo. Dia juga membaca buku-buku dewasa karya Jack London, Jules Verne, Miguel de Carventes, Anatole France, Pablo Neruda, dan lain-lain.
Beranjak dewasa, dia mulai akrab dengan Franz Kafka, Albert Camus, Sigmund Freud, Horacio Quiroga, Carlos Gustavo Jung, Jose Ingenieros hingga Karl Marx. Konon, Che punya 3000-an koleksi buku di perpustakaan rumahnya.
Kelima, berpetualang keliling Amerika Selatan pakai motor butut
Di bulan Januari 1952, bersama kawannya Alberto Granado, Che berpetualang ke sejumlah negara Amerika latin. Modalnya cuma sepeda motor butut: motor norton 500.
Kendati hanya bermodalkan motor butut, mereka berhasil melintasi banyak negara, seperti Chile, Peru, Kolombia dan Venezuela. Jarak tempuhnya kira-kira 12.000 kilometer. Saking hebatnya, motor butut itu dinamai La Poderosa (si perkasa).
Siapa sangka, perjalanan inilah yang membuka mata Che terhadap realitas sosial di benua Amerika latin. Di sepanjang jalan ia menyaksikan kemiskinan, wabah penyakit dan penindasan. Di Peru, Che menjadi relawan untuk melawan wabah kusta.
Pada tahun 2004, kisah petualangan Che dan kawannya ini diangkat ke layar lebar oleh sutradara Walter Salles, The Motorcycle Diaries.
Enam, penggemar catur
Sejak usia 12 tahun, Che sudah jatuh cinta pada catur. Dia belajar pada seorang Spanyol yang mengungsi akibat perang sipil melawan fasis di negerinya. Che sering ikut kejuaraan catur tingkat lokal.
Setelah revolusi Kuba, Che bermimpi Kuba bisa memiliki grandmaster hasil didikan revolusi. Untuk itu, turnamen pun digalakkan. Termasuk menjadi motor penyelenggara Olimpiade catur dunia pada tahun 1966.
Catur begitu kuat dalam hidup Che. Kepada grandmaster Venezuela, Ludek Pachman, Che bilang, “Kau tahu, kamerad Pachman, aku tidak nyaman sebagai Menteri, aku lebih suka bermain catur denganmu atau membuat revolusi di Venezuela.”
Che juga yang menyadari arti penting catur bagi dunia pendidikan. Dia mengatakan, “catur adalah alat efektif untuk mendidik dan melatih kecerdasan manusia.”
Ketujuh, punya keahlian fotografi
Minat Che pada dunia fotografi sudah muncul sejak kecil. Dengan meminjam kamera bapaknya, dia kerap memotret berbagai hal dan peristiwa di sekitarnya.
Tahun 1950-an, di Meksiko, karena kantong cekak, Che bersama kawannya, Julio Roberto Cáceres, jadi fotografer jalanan. Di taman-taman, mereka memotret pengunjung dan menerima sedikit bayaran.
Tahun 1955, Che bekerja di koran Meksiko, Agencia Latina, sebagai tukang foto. Dari sinilah dia mendapat tugas meliput pekan olahraga terbesar di Amerika Latin, Pan Americana Games, tahun 1955.
Setelah Revolusi Kuba, dan Che mendapat posisi di pemerintahan, ia kerap membawa kamera dalam setiap kunjungannya ke berbagai tempat atau berbagai negara. Termasuk ketika mengunjungi Indonesia tahun 1959, Che sempat berkunjung ke candi Borobudur dan mengambil gambar di sana.
Karakter foto-foto yang diambil oleh kamera Che memperlihatkan komitmen yang kuat akan keadaan sosial sekitar. Seperti saat berkunjung ke Kalkuta, India, tahun 1959, dia memotret sapi-sapi yang tidur-tiduran di pedestrian.
Delapan, berjuang di banyak negara
Che adalah contoh revolusioner dengan semangat internasionalisme yang kuat. Dia bukan orang Kuba, tetapi rela ikut bergabung bersama gerakan revolusioner Fidel Castro untuk menggulingkan diktator Fulgencio Batista di Kuba.
Sebelumnya, di tahun 1954, dia menyaksikan api revolusi yang dikobarkan oleh seorang nasionalis kiri, Jacobo Árbenz. Árbenz terbilang radikal karena berani menjalankan reforma agraria dan menasionalisasi perusahaan Amerika Serikat United Fruit Company. Che langsung bersimpati pada Arbenz. Namun, kekuasaan Arbenz tidak bertahan lama, karena langsung digulingkan oleh kekuatan kanan yang disokong oleh CIA dan Amerika Serikat.
Bersimpati pada Arbenz, Che sempat ikut gerilya bersama pejuang Guatemala pimpinan Rolando Moran. Dia juga membantu evakuasi pendukung Arbenz ke kedutaan Argentina.
Setelah revolusi Kuba, kira-kira tahun 1963-1964, Che mengunjungi Afrika. Di sana dia menyaksikan keganasan kolonialisme. Kenyataan itulah yang menggetarkan sekaligus menggerakkan hatinya untuk berjuang bersama rakyat Afrika. Tahun 1965, Che memutuskan untuk bergabung dengan perjuangan gerilya di Kongo.
Tahun 1966, Che pergi ke Bolivia. Dia ikut perjuangan rakyat Bolivia untuk memenangkan sebuah revolusi. Sayang, perjuangan di Bolivia inilah yang menjadi akhir perjuangan fisik Che.
Sembilan, bertemu Fidel Castro di Meksiko
Tahun 1955, Che hidup di Meksiko. Kebetulan, pada rentang waktu yang sama, pejuang-pejuang Kuba juga banyak yang melarikan diri ke Meksiko. Termasuk Fidel Castro dan Raul Castro.
Awalnya Che ketemu Raul Castro. Tak lama kemudian, ia bertemu dengan Fidel Castro. Fidel berhasil menarik perhatian Che atas perjuangan rakyat Kuba melawan diktator Batista.
Tanggal 24 Juni 1956, Che bersama sejumlah pejuang Kuba lainnya ditangkap polisi Meksiko. Dari dalam penjara, Che menulis puisi khsus untuk Fidel. Judulnya: Puisi untuk Fidel.
Tanggal 25 November 1956, Che bersama 80-an pejuang Kuba lainnya, termasuk Fidel dan Raul, melakukan pelayaran menuju Kuba dengan menumpang kapal Granma. Sayang, belum sempat menyentuh daratan Kuba, kapal itu digempur tentara Batista. Lebih dari separuh tewas. Hanya 21 orang yang selama, termasuk Che, Fidel dan Raul.
Fidel dan Che, bersama revolusioner yang lain seperti Raul Castro, Juan Almeida, dan Camilo Cienfuegos, menyingkir ke pegunungan Sierra Maestra dan membangun basis gerilya di sana. Che sendiri kemudian mendapat sebutan “comandante” setelah berhasil memenangkan pertempuran di Santa Clara di bulan Desember 1958.
Sepuluh, memperkaya pemikiran ekonomi sosialis
Setelah kemenangan Revolusi Kuba, Che menempati sejumlah jabatan penting di pemerintahan. Mulai dari Gubernur Bank Nasional (1959-1960), Kepala Departemen Industrialisasi di Institut Nasional Reforma Agraria (INRA) hingga Menteri Perindustrian (1961-1965).
Ada cerita menarik terkait penunjukan Che sebagai Kepala Bank Nasional, sebagaimana diceritakan Helen Yaffe dalam Che Guevara: The Economics of Revolution. Saat itu, di akhir 1959, dalam sebuah Rapat untuk mencari calon pejabat Kepala Bank Nasional, Castro bertanya kepada semua hadirin: siapa ekonom terbaik yang bisa menjadi Kepala Bank Nasional? Setengah tertidur, Che mengacungkan tangannya. Fidel merespon agak terkejut: Che, aku tidak tahu kau ternyata ekonom terbaik. Che lantas bilang, “Oh, aku pikir kau mencari komunis yang baik.”
Semasa menjadi Menteri Perindustrian, Che melahirkan sistem manajemen ekonomi khas Kuba yang disebutnya Sistema de Financiamiento Presupuestario (SFP) atau Sistem Pembiayaan Beranggaran, yang vis a visdengan sistem manajemen ekonomi Uni Soviet yang disebut Auto-Financing System(AFS).
SFP adalah model manajemen sosialis yang pelan-pelan akan menghilangkan transaksi berbentuk uang antar perusahaan. Che berupaya menerapkan pemikiran ekonomi-politik Marx dalam pendekatan ekonominya.
Dia juga berulangkali menekan arti penting pendidikan dan pengembangan teknologi guna mendorong maju perkembangan sosialisme. Che mensponsori berdirinya lembaga penelitian untuk pengembangan bioteknologi (khususnya kedokteran), pengolahan nikel, eksplorasi minyak, industri kimia, dan dan lain-lain. Che juga menyokong partisipasi penuh pekerja dalam manajemen atau tata-kelola pabrik.
Raymond Samuel : berdikari online