Opini

Hoax Merivisi Sembilan Kebutuhan Pokok Dalam Pilkada

×

Hoax Merivisi Sembilan Kebutuhan Pokok Dalam Pilkada

Sebarkan artikel ini

Foto : Thoha Mahsun.  S .Sos

Di tulis : Thoha Mahsun. S. Sos
Aktifis buruh dan pengamat politik mojokerto
Perang propaganda dan banjir disinformasi belakangan ini memang benar-benar memuakkan. Amat sangat memuakkan. Ia  telah berada pada level baru. Daya rusaknya kepada kuasa nalar dan ilmu pengetahuan memasuki babakan paling barbar dari sejarah budi pekerti manusia. 
Dalam momentum Pilkada produk berita hoax dan Fitnah masih menjadi pilihan bagi pendukung dan calon pemimpin hari ini,selain politik uang.
Partai politik dan calon yang diusung jauh dari harapan rakyat karena mereka tidak lahir dari perjuanga. Bersama rakyat tapi lahir dari loby-loby dan upeti…
Di atas sana, Tuhan mungkin saja menangis sesenggukan mendapati mahluknya bisa sedemikian bengis dan dungu atas informasi. Betapa ruginya Dia menciptakan otak. Jahat sekali. Hujan fitnah bahkan lebih deras dari apa yang bisa diraih negeri tropis dengan dua musimnya.
Orang-orang yang menjijikkan dan sekaligus mengerikan mengolah sampah dan racun disinformasi dari jenis apa saja. Mereka menyepuhnya, lalu mengepaknya jadi produk Hoax unggulan. Hari per hari komoditi Hoax membanjiri pasar. Masif. Terbeli. Laris manis, tanpa diskon.
Hoax merivisi Sembilan Kebutuhan Pokok, menjadi sepuluh. Generasi mendatang mungkin saja akan berkisah kepada anak-anaknya, ‘kakek-nenek kita dulu berbelanja beras, gula pasir, sayur dan sekeranjang Hoax tiap hari. Mereka menjadi gemuk dan buruk.’
Di tengah angka melek literasi yang kelewat rendah dan kesumat politik yang terlanjur berkarat, Hoax meraih tempat yang kuat. Makin kuat. Beberapa tulisan belakangan ini mengulas gejala tersebut, lengkap dengan mengenalkan istilah ‘Dunning-Kruger Effect’. 
Riset menunjukkan, secara psikologis, semakin minim pengetahuan atau pengalaman seseorang, justru semakin tinggi rasa percaya dirinya. Orang tolol memang tak menyisakan keraguan saintifik sedikitpun di dalam dirinya. Keraguan butuh sikap kritis. Sikap kritis butuh ilmu. Dan ilmu tanpa membaca dan belajar bak berharap kambing bunting hanya dengan meludah.
Kerusakan akut nan menjijikkan itu hebatnya ditanggapi dengan cara yang sama buruknya. Memata-matai warga negara. Masuk ke ruang privat. Menyebar tilik sandi digital ke bilik chat kita. Negara Polisi segera hadir di ponsel pintar. Sungguh, bukan kado tahun baru yang elok.
Hai Negara, apakah engkau ingin juga mengintip Chat-ku merayu seorang gadis cantik.
(Thoha Mahsun. S. Sos)
Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *