Mojokerto – Ratusan warga desa gayaman kecamatan mojoanyar kabupaten mojokerto mendatangi kantor pemerintah kabupaten mojokerto senin 18/11 pukuk 10.00 wib, menuntut adanya pilkades ulang karena di anggap ada indikasi kecurangan dalam pilkades di beberapa desa.
Masa aksi dengan menggunakan sound sistem dan membawa poster bertuliskan hitung ulang surat suara yang tidak sah, deso sebelah tembus sah kok desa ku gak sah, bis gak bisa harus dihitung ulang, aku bukan hewan yang selalu kau bodohi, kedzoliman pasti hancur dan aksi juga membawa beberapa artis lokal agar tak sepi dan menghibur.
Usai melakukan beberapa orasi, sekitar sepuluh perwakilan di perkenankan masuk untuk menyampaikan tuntutanya yang di temui kabag bagian hukumTatang mahendra dan Yoi Afrida kepala kesbang kabupaten mojokerto.
Koordinator aksi Ahmad rifai menjelaskan bahwa surat suara tidak sesuai dengan Pasal 45 Tata Tertib Pilkades serentak. Sebab kertas suara langsung menunjukkan salah satu calon. Sehingga bila gambar yang ada di lipatan teratas dicoblos, otomatis mengenai gambar calon di lipatan bawah.
“Harusnya lipatan kertas suara tidak langsung menunjukkan salah satu calon. Sepertinya ada upaya untuk membuat surat suara tidak sah,” jelas rifai .
Sebelumnya, Pengunjuk rasa menilai sebanyak 946 surat suara dinyatakan tidak sah tersebut karena terdapat coblosan yang tembus. Satu coblosan ada di gambar calon dan tanda coblosan yang lain, ada di luar gambar dan tidak mengenai kandidat lain. Coblosan tersebut dinilai tidak sah.
Salah satu pendukung calon nomor 2, Wakisan mengatakan, seharusnya, coblosan yang tembus diakomodir dan masuk dalam kategori surat suara sah. Pasal 45 dalam Tata Tertib (Tatib) Pilkades 2019, surat Suara tidak dianggap sah apabila terdapat lebih dari satu kali tanda coblos calon yang berbeda.
“Ada nepotisme disini, disini (perangkat Desa Gayaman, red) keluarga semua. Kecurangan masalah pelipatan surat suara yang tembus ke belakang, ada total 946 suara tidak sah. Dari 946 suara tidak sah tersebut hampir 80 persen nomor 2,” ungkapnya.
Masih kata Wakisan, saat Pilkades serentak digelar di Balai Desa Gayaman yang menjadi Tempat Pemungutan Suara (TPS) tidak dipasang foto Calon Kepala Desa (Cakades). Selain itu, tidak ada alat peraga dan tata cara pencoblosan di TPS.
“Dua calon juga tidak ada, kurang sosialisasi ke masyarakat terkait Pilkades. Saat pelipatan kertas suara tidak melibatkan pihak Pemkab, Kecamatan maupun Linmas. Pasti ada kecurangan, karena pelipatan kertas suara tidak seperti pada umumnya,” katanya.
Pelipatan kertas suara seharusnya dua kali dibuka baru terlihat Cakades, namun lanjut Wakisan, di Pilkades Gayaman satu kali buka sudah terlihat Cakades. Sehingga pemilih yang tidak membuka secara keseluruhan, hanya melihat Cakades langsung mencoblos.
“Akibatnya satu coblosan ada di gambar calon dan tanda coblosan yang lain. Tuntutan dari masyarakat pendukung nomor dua pilihan ulang, jika tidak mau maka hitung ulang. Hitung yang coblosan lubang dua karena kita semua sudah dibohongi. Jika tidak ya, UU yang dipakai acuan karena itu pidana,” tegasnya.
Sementara itu Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), H. Afandy saat di temui wartawan menjelaskan bahwa proses terkait sengketa pilkades ini akan diserahkan kepada pihak terkait dan berkompeten.
Masih kata Afandy, bahwa Pembentukan panitia dirinya mengikuti dari awal, dan panitia sudah mensosialisasikan kepada masyarakat, serta terkait persoalan yang tidak sah di akibatkan secara teknis sebelum di bukak kertas suara sudah di coblos sehingga muncul dua coblosan.
Sekedar diketahui, sengketa pilkades terjadi di Gayaman, Kecamatan Mojoanyar yang diikuti dua Cakades. Sebanyak 3.222 pemilih hadir, sebanyak 946 surat suara dinyatakan tidak sah. Khamim Gozali menang dengan 1.191 suara. Sementara, lawannya, Joko Wahyudi kalah tipis dengan 1.085 suara.