HukumJawa TimurKriminal

Bejat! Pemuka Agama di Blitar Cabuli Anak di Bawah Umur, Terancam 15 Tahun Penjara

Bejat! Pemuka Agama di Blitar Cabuli Anak di Bawah Umur, Terancam 15 Tahun Penjara
Polda Jatim saat menggelar konferensi pers, Rabu (16/7/2025)

SURABAYA, LenteraInspiratif.id – Kepolisian Daerah Jawa Timur kembali mengungkap kasus kejahatan seksual terhadap anak. Kali ini, pelaku adalah seorang pemuka agama di Blitar, berinisial DBH (67), yang diduga telah mencabuli sejumlah anak di bawah umur.

 

Pelaku ditangkap dan resmi ditahan di Rutan Polda Jatim sejak 11 Juli 2025. Penangkapan ini dilakukan oleh tim Ditreskrimum Polda Jatim setelah menerima laporan dari orang tua korban.

 

“Penahanan terhadap tersangka telah dilakukan sejak tanggal 11 Juli 2025 di Rutan Dittahti Polda Jatim,” tegas Kombes Pol Jules Abraham Abast, Kabid Humas Polda Jatim, dalam konferensi pers, Rabu (16/7/2025).

 

Dari hasil pemeriksaan, DBH diduga melakukan aksi bejatnya selama kurun waktu 2022 hingga 2024. Lokasi pencabulan tersebar di beberapa tempat pribadi. Modusnya, pelaku mendekati korban dengan dalih ajakan rekreasi seperti berenang dan jalan-jalan, memanfaatkan kedekatannya sebagai sosok yang dipercaya.

 

“Tersangka sering mengajak korban ke luar, membangun relasi emosional sebelum melakukan pelecehan,” ungkap Kombes Abast.

 

Saat ini, DBH dijerat dengan Pasal 82 Jo Pasal 76E dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya sangat berat: penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda hingga Rp5 miliar.

 

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengapresiasi langkah cepat dan tegas Polda Jatim.

 

“Kami sangat apresiasi kepada Kapolda Jatim dan penyidik yang telah menangani kasus pencabulan terhadap anak ini,” ujar Ciput Eka Purwianti, Asdep Penyediaan Layanan Anak KemenPPPA.

 

 

Saat ini, keempat korban telah berada dalam perlindungan LPSK dan KemenPPPA. Ciput juga menyoroti bahwa kekerasan seksual berbasis relasi kuasa seperti ini kerap membuat anak takut berbicara.

 

“Banyak anak tidak berani mengadu karena pelakunya figur yang dihormati. Bahkan, orang tua sering kali tidak percaya saat anak melapor,” tegasnya.

 

 

Ciput menegaskan pentingnya mengutamakan perspektif korban dalam setiap kasus kekerasan seksual. Ia mendorong masyarakat dan aparat hukum untuk meyakini keterangan korban sebagai bagian dari pendekatan berbasis hak asasi dan perlindungan anak.

Exit mobile version