BeritaJawa Timur

Zero Stunting di Dua Kelurahan Mojokerto, Ning Ita: Bukti Nyata Komitmen Kami

Wali Kota Ika Puspitasari saat menyampaikan capaian zero stunting dalam forum evaluasi penurunan stunting Provinsi Jawa Timur

Mojokerto, LenteraInspiratif.id  – Upaya Pemerintah Kota Mojokerto dalam menurunkan angka stunting membuahkan hasil yang signifikan. Sejak akhir 2024, dua kelurahan di kota ini berhasil mencatatkan status zero stunting. Kelurahan Meri dan Kelurahan Purwotengah menjadi contoh nyata bagaimana intervensi pemerintah, dukungan masyarakat, dan sistem digital mampu mendorong perubahan besar dalam isu kesehatan anak.

 

Pencapaian ini disampaikan langsung oleh Wali Kota Mojokerto, Ika Puspitasari atau akrab disapa Ning Ita, dalam acara Penilaian Kinerja Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting yang digelar secara daring oleh Tim Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Jawa Timur, Rabu (11/6/2025). Kegiatan tersebut berlangsung di Ruang Sabha Mandala Madya, Balai Kota Mojokerto.

 

“Dari 18 kelurahan di Kota Mojokerto, prevalensi stunting paling tinggi ada di Kelurahan Kedundung sebesar 2,10%. Namun perlu dicatat, Kedundung adalah wilayah paling besar dan memiliki jumlah penduduk terbanyak dibandingkan kelurahan lainnya. Sedangkan kelurahan dengan angka stunting paling rendah adalah Kauman, yang saat ini berada di angka 1,02%,” kata Ning Ita dalam paparannya.

 

Lebih jauh, Ning Ita membeberkan data tren penurunan stunting yang konsisten terjadi dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan data dari sistem Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPBGM), pada tahun 2020 prevalensi stunting di Kota Mojokerto tercatat sebesar 7,71%. Angka ini kemudian terus menurun menjadi 4,84% pada 2021, 3,12% di tahun 2022, dan kembali turun menjadi 2,04% pada 2023. Puncaknya, pada akhir 2024, angka tersebut berhasil ditekan hingga 1,54%, dan per April 2025, turun lagi menjadi 1,47%.

 

Menurut Ning Ita, keberhasilan penurunan angka stunting tidak lepas dari pemanfaatan sistem digital dan sinergi lintas sektor.

“Data ini valid karena didukung oleh aplikasi Gayatri yang memuat hasil pemantauan posyandu, baik untuk balita, remaja maupun lansia. Sistem ini juga terintegrasi dengan data dari puskesmas dan rumah sakit. Selain itu, kami dibantu lebih dari 1.600 kader motivator, di mana setiap kader mengawasi 20 hingga 30 rumah, sehingga mereka benar-benar tahu kondisi setiap lingkungan,” jelasnya.

 

Analisis menyeluruh terhadap kondisi di lapangan juga menjadi bagian dari strategi Pemkot Mojokerto. Ning Ita menuturkan, pihaknya telah melakukan pemetaan data terhadap lima kelompok sasaran utama. Selain itu, dilakukan juga analisis terhadap kendala pelaksanaan program di tahun sebelumnya, analisis ketersediaan program di tahun berjalan, serta penetapan seluruh kelurahan sebagai lokus Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting (PPPS).

 

Komitmen anggaran turut menjadi prioritas dalam mendukung agenda besar ini. Jika pada tahun 2022 hanya 10 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terlibat dalam penanganan stunting, kini jumlahnya meningkat hampir dua kali lipat menjadi 19 OPD. Mereka bersama-sama mengelola dan menjalankan 179 sub-kegiatan yang terintegrasi dalam program percepatan penurunan stunting.

 

Tak hanya berhenti pada kebijakan dan sistem, berbagai inovasi lokal juga diciptakan. Mulai dari Gempa Genting (Segenggam Sampah Gawe Anak Stunting), Canting Gula Mojo (Cegah Stunting Gerak Unggul Pemberdayaan Masyarakat), hingga program seperti Gemulai, Pasupati, dan Gentala yang semuanya berorientasi pada deteksi dini, pendampingan ibu hamil, hingga layanan kesehatan terintegrasi untuk balita dan keluarga.

 

“Upaya pencegahan dan penanganan stunting akan terus digenjot, tak hanya untuk mempertahankan capaian yang sudah ada, tapi juga demi memastikan seluruh anak-anak di Mojokerto tumbuh sehat dan optimal,” pungkas Ning Ita.

 

Exit mobile version