
Lenterainspiratif.id | Mojokerto – Kasus kematian 2 orang pasien kritis di Mojokerto yang tidak bisa mendapatkan pertolongan medis karena ditolak oleh rumah sakit membuat Tim Reaksi Cepat (TRC) Dinkes Kabupaten Mojokerto bereaksi dengan memberikan teguran keras kepada pihak rumah sakit.
Langit Kresna Janitra, Koordinator TRC, mengaku sebelumnya ia tidak menerima aduan tentang adanya 2 pasien kritis asal Pacet yang meninggal dunia karena di tolak oleh beberapa rumah sakit dan puskesmas. Untuk itu ia pun menegaskan bahwa semua fasilitas kesehatan dilarang keras menolak pasien.
“Setelah mendengar itu, kami langsung memberi teguran kepada Faskes terdekat. Penolakan Pasien tidak dibenarkan. Pasien harus dilayani untuk penanganan pertama,” katanya, Selasa (27/7/2021).
Langit menjelaskan, kurangnya ketersedian tempat tidur atau keterbatasan tempat tidur tidak bisa menjadi alasan faskes untuk menolak pasien. Apalagi, lanjutnya, pihak puskesmas atau rumah sakit bisa berkoordinasi dengan TRC.
“Tidak ada laporan atau yang menghubungi TRC pada waktu itu. Puskesmas harus lapor ke kita, nanti kita yang mencarikan. Sementara pasien ditangani di Puskesmas untuk pertolongan pertama, jangan sampai ditolak,” tandasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dua orang warga Pacet, Kabupaten Mojokerto yang tengah kritisi dinyatakan meninggal dunia setelah di tolak oleh sejumlah rumah sakit dan puskesmas.
Pasien pertama yakni WS (32), seorang ibu muda yang terkonfirmasi positif Covid-19 ditolak lima faskes. Warga Desa Warugunung, Kecamatan Pacet itu akhirnya meninggal dunia pada Jumat (23/7/2021).
Kemudian pasien kedua yakni, Nur Ali, pasien asal Desa/Kecamatan Pacet. Ia meninggal setelah ditolak oleh sembilan rumah sakit se-Mojokerto pada Minggu (25/7/2021).
Ia meninggal dunia dalam kondisi saturasi oksigen dalam darahnya tinggal 45 persen -normalnya 95 persen ke atas. Pasien sempat mendapat bantuan pernapasan melalui oksigen kemasan botol, tetapi dua botol bantuan pernafasan itu habis hanya dalam hitungan menit.
“Di Puskesmas Pacet dikasih oksigen, saturasinya 45 sehingga harus dibawa ke rumah sakit. Lalu saya bawa ke RS Kartini untuk tes swab, tapi ditolak karena kondisinya sudah kolaps sehingga tidak sempat tes swab. Saya bawa kembali ke Puskesmas Pacet juga ditolak dengan alasan tak ada oksigen,” tutur Yeti Muliah (52), kakak Kandung Ali, Selasa (27/7/2021).
Mereka yang sudah putus asa pun akhirnya membawa Ali pulang ke rumah dan berusaha mencari pinjaman tabung oksigen. Baru sekitar pukul 11 keluarga Ali mendapatkan pinjaman tabung oksigen di wilayah Kutorejo, Kabupaten Mojokerto. Namun takdir berkehendak lain, sekitar pukul 11.30 WIB Ali menghembuskan nafas terakhirnya.
“Adik saya meninggal dunia pukul 11.30 WIB. Saat itu menunggu oksigen dari Kutorejo, anak saya dapat pinjaman dari temannya,” tuturnya.
Yeti dan keluarganya pun terpaksa memandikan dan memakamkan sendiri jenazah Ali sendirian karena tak satu pun tetangganya berani mendekat, khawatir Ali meninggal akibat Covid-19.
Yeti pun mengungkapkan rasa kecewanya, menurut Yeti seharusnya pihak pemerintah memberikan bantuan oksigen saat pandemi COVID-19 tengah melonjak seperti saat ini, dan tidak seharusnya pihak faskes menolak pasien begitu saja.
“Harusnya pemerintah menyediakan oksigen. Masa rumah sakit sebesar itu tidak ada oksigen. Pihak rumah sakit harusnya memberi solusi, memberi arahan, bukan menolak begitu saja. Kasihan rakyat kecil,” pungkasnya. ( Diy)