Tips

Susu Kental Manis Bisa Picu Stunting, Begini Penjelasannya

Susu kental manis, Stunting
Gambar ilustrasi

Lenterainspiratif.id | Tips – Susu kental manis (SKM) kerap menjadi pilihan pengganti air susu ibu (ASI) oleh beberapa orang. Produk ini dianggap lebih murah dan memiliki rasa manis yang disukai anak.

Padahal, SKM tak bisa dijadikan pengganti susu. Kandungan gizi dalam SKM juga tergolong rendah, bahkan cukup berbahaya untuk kesehatan si kecil.

Dokter spesialis anak di Rumah Sakit Permata Depok Agnes Tri Harjaningrum mengatakan, salah satu dampak nyata dari pemberian SKM pada anak adalah diabetes dan stunting.

Kandungan gula yang cukup tinggi membuat anak lebih cepat kenyang. Hal ini bisa membuat mereka enggan mengonsumsi makanan lain untuk memenuhi kebutuhan gizinya.

“Susu kental manis itu proteinnya rendah, gulanya tinggi, membuat anak cepat kenyang,” kata Agnes dalam diskusi media Salah Kaprah Susu, Kesehatan Anak dan Peran Media Sosial di Jakarta, Selasa (21/2/2023).

Tak heran jika kemudian anak yang diberi SKM, alih-alih ASI atau susu formula, bisa mengalami kekurangan gizi. Berat badan anak bisa naik atau turun drastis. Mereka juga jadi lebih mudah sakit karena daya tahan tubuhnya lebih lemah.

“Akhirnya anak stunting atau diabetes karena kelebihan gula,” kata dia.

Agnes menyebut, sebagian masyarakat memang masih menganggap SKM sebagai susu. Padahal, SKM bukanlah susu.

Selain itu, kandungan gula dalam SKM juga sangat tinggi. Sedangkan nutrisi dan proteinnya justru rendah.

Pemberian SKM sebagai pengganti susu dinilai terjadi karena kurangnya literasi yang diterima orang tua terkait kebutuhan gizi anak. Iklan dan propaganda yang telah dilakukan sejak lama menyoal SKM sebagai bagian dari susu juga jadi salah satu penyebabnya.

Bahkan, meski informasi di atas kini sudah cukup populer, beberapa toko masih saja menyandingkan SKM dengan produk susu lainnya. Hal ini juga yang membuat orang tua tetap memperlakukan SKM sebagai susu.

“Banyak banget, ya, yang salah [pemberian SKM sebagai susu] . Padahal, untuk jangka pendek bisa memicu malnutrisi seperti sindrom metabolik dan obesitas. Kalau jangka panjang bisa diabetes, kolesterol, jantung, dan ujung-ujungnya jadi stunting,” kata Agnes. (Fin)

Exit mobile version