LenteraInspiratif.id | Surabaya – Sidang perkara korupsi BUMDes Sumbersono, Dlanggu, Mojokerto kembali digelar, Rabu (3/5/2023). Terungkap jika sejumlah dana proyek mengalir ke Noto Hariyanto selaku pengembang dan kontraktor. Parahnya lagi, pria asal Kabupaten Malang ini kabur dan belum diketahui keberadaannya.
Dalam sidang yang berlangsung di PN Tipikor Surabaya, JPU Kejari Mojokerto Geo Dwi Novrian menghadirkan 5 saksi. Diantaranya; Marsai mantan Kepala BPD Sumbersono, Atining Yayuk Kasi Umum, Hadi Bendahara Keuangan, Supii Sekretaris Desa dan Ade Marta Kepala Desa yang saat ini masih menjabat.
Hadi mengatakan, BUMDes berupa pusat oleh-oleh itu dibangun di tahun 2019 dengan anggaran Rp 800 juta. Dana tersebut diserap dari APBDes tahun 2018 sebesar Rp 400 juta sementara sisanya dari APBDes tahun 2019.
“Dulu ada silpa (dana lebih) di tahun 2018 kemudian di realisasikan di tahun 2019,” ucapnya di depan majelis hakim, Marper Pandiangan, Rabu (3/5/2023).
Hadi mengungkapkan, anggaran tersebut dicairkan dalam 7 kali termin. Pertama, pada tanggal 15 Januari 2019 sebesar Rp 200 juta. Uang tersebut Hadi berikan kepada Noto selaku pengembang.
“Saya berikan ke Pak Noto, pokoknya sisa di saya Rp 13 juta,” ungkapnya.
Pada termin ke-2 terjadi pada tanggal 23 Januari 2019 dengan nominal yang sama. Hadi mengaku uang tersebut kembali ia transferkan ke pengembang melalui istrinya.
“Saya transfer ke istri Pak Noto,” jelasnya.
Setelah memberikan uang yang ke-dua kalinya, Hadi sempat meminta bukti penerimaan kepada Noto. Namun Noto menolak memberikannya karena uang yang ia dapat dari Desa Sumbersono masih belum cukup untuk mengganti pengeluarannya.
“Saya meminta kuitansi atau bukti kerja tapi tidak dikasih, alasannya dana yang sudah keluar (membangun BUMDes) sudah melebihi dari Rp 400 juta,” tuturnya.
Pada termin ke-3 terjadi pada 9 Mei 2019 sebesar Rp 4.964.161. Hadi mengaku jika uang tersebut dipergunakan tidak tepat sasaran. Yaitu untuk menanggulangi keperluan kegiatan desa lainnya.
“Seperti dipergunakan untuk kegiatan hari raya dulu, memenuhi kebutuhan RT RW dulu,” ucapnya.
Termin ke-4 dicairkan pada tanggal 28 Mei 2019 sebesar Rp 101.888.282. Sebagian uang tersebut diberikan ke pengembang dan lainnya untuk keperluan desa.
“Ke pengembang sekitar Rp 50 juta, sisanya untuk keperluan desa,” kata Hadi.
Sementara termin ke-6 sebesar Rp 210 juta yang dicairkan pada 16 Juli 2019. Hadi mengaku memberikan sekitar Rp 200 juta untuk pengembang sementara sisanya untuk keperluan desa. Meski begitu, Hadi tidak mengetahui peruntukan dana yang ia berikan ke kontraktor. Bahkan dirinya tidak mengetahui keberadaan kontraktor saat ini.
“Uangnya untuk apa, untuk belanja apa saya tidak tahu,” pungkasnya.
Sementara, saat disinggung majelis hakim terkait pemeriksaan Noto Harianto, JPU mnegaku jika tim penyidik masih belum mengetahui keberadaan pengembang tersebut. JPU juga mengaku jika pihaknya sudah mendatangi alamat Noto, namun yang bersangkutan sudah kabur dan meninggalkan rumahnya.
“Belum kami periksa, soalnya kami belum menemukan yang bersangkutan,” bebernya.
Sementara itu, Trisno Hariyanto mengatakan jika selama menjabat Kepala Desa Sumbersono dirinya tidak pernah menerima laporan terkait pemberian uang kepada kontraktor.
“Bendahara desa tidak pernah memberi saya laporan apapun baik secara lisan maupun secara administrasi,” jelasnya.
Sebelumnya, Mantan Kepala Desa Sumbersono, Kecamatan Dlanggu Trisno Hariyanto (37) dijebloskan penjara oleh Kejari Kabupaten Mojokerto pada Rabu (19/10/2022). Dirinya nekat membangun BUMDes di TKD berstatus LP2B tanpa izin dari bupati. Sehingga sesuai ketentuan pasal 50 ayat (1) dan (2) UU RI nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan LP2B, bangunan 20 kios itu harus dibongkar untuk mengembalikan fungsi LP2B seperti semula.
Aturan inilah yang membuat pembangunan BUMDes tersebut merugikan negara Rp 797.774.000. Sebab otomatis gedung pusat oleh-oleh yang telah dibangun Trisno harus dibongkar selama lahan itu masih berstatus LP2B.
Kerugian tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Mojokerto. Trisno kini mendekam di Lapas Kelas IIB Mojokerto. Ia dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Diy)