Kediri, LenteraInspiratif.id – Polres Kediri Polda Jawa Timur menetapkan 28 orang sebagai tersangka dalam kasus kerusuhan yang berujung perusakan dan penjarahan di Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kediri serta Gedung DPRD pada Sabtu, 30 Agustus 2025.
Kapolres Kediri, AKBP Bramastyo Priaji, menyebut dari jumlah tersebut, 14 pelaku masih berstatus anak di bawah umur dan satu di antaranya perempuan. Selain itu, polisi juga menetapkan empat orang lainnya dalam daftar pencarian orang (DPO).
“Para tersangka terbukti terlibat dalam aksi perusakan kantor pemerintahan, penyerangan aparat, serta penjarahan aset milik Pemkab dan DPRD. Ada yang bahkan membawa senjata tajam, mencuri bendera warga, hingga menyerang anggota Polri,” ungkap AKBP Bramastyo saat konferensi pers di Mapolres Kediri, Selasa (2/9/2025).
Selain 28 tersangka, polisi masih mengamankan 26 orang lain yang diduga ikut dalam aksi anarkis. Mereka kini menjalani pemeriksaan untuk menentukan peran masing-masing. Kapolres menegaskan seluruh pelaku, baik dewasa maupun anak-anak, akan diproses sesuai hukum.
“Siapa pun yang terbukti menjarah akan kami tindak tegas. Namun kami beri kesempatan bagi warga yang merasa mengambil barang untuk segera mengembalikannya ke Mapolres Kediri atau menghubungi hotline 085695101452,” tegasnya.
Dari hasil penyidikan, sejumlah barang hasil jarahan berhasil diamankan kembali. Di antaranya wayang kenang-kenangan Bupati Kediri Mapanji Jayabaya dari Museum Kabupaten, tujuh monitor, CPU komputer, printer, televisi, tabung gas, hingga artefak bersejarah.
Meski begitu, polisi menyebut masih ada sejumlah aset penting yang belum ditemukan. “Kasus ini masih berkembang. Kami juga sedang memburu empat pelaku lain yang masuk daftar DPO,” kata Kapolres.
Polisi juga mengungkap bahwa kerusuhan tidak hanya melibatkan warga Kediri, tetapi juga massa dari luar daerah seperti Blitar, Nganjuk, hingga Mojokerto. “Hal ini memperkuat dugaan adanya provokasi yang memicu aksi anarkis,” jelas AKBP Bramastyo.
Sebelumnya, aparat sempat mengamankan 123 orang pada malam kerusuhan. Mereka terdiri dari pelajar SMP, SMA, SMK, hingga santri pondok pesantren. “Fenomena anak-anak usia sekolah ikut aksi brutal ini sangat memprihatinkan,” tambahnya.
Kapolres memastikan penanganan kasus akan dilakukan transparan dan tuntas. “Tidak ada toleransi untuk tindakan anarkis yang merusak fasilitas publik dan merugikan masyarakat,” pungkasnya.