BANYUWANGI, LenteraInspiratif.id– Pelatihan keterampilan bagi 16 pemandu lagu atau Lady Companion (LC) di Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, yang digelar Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) pada 20–26 November 2024, memicu perdebatan. Meski bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan di sektor hiburan, program ini dianggap tidak relevan dengan prioritas pengembangan sumber daya manusia di daerah.
Kepala BPVP Banyuwangi, Arsad, menjelaskan bahwa program ini merupakan bagian dari Tailor Made Training (TMT) yang dirancang sesuai kebutuhan lapangan. “Kami memberikan pelatihan langsung di tempat kerja, seperti cara menyambut tamu, memahami musik, menangani konflik, dan menerapkan prosedur keselamatan kerja (K3). Peserta yang lulus akan mendapatkan sertifikat kompetensi resmi,” katanya.
Namun, program ini menuai kritik dari berbagai pihak. Wakil Ketua DPRD Banyuwangi, Michael Edy Hariyanto, mempertanyakan prioritas BPVP dalam mengalokasikan pelatihan untuk profesi yang masih memiliki stigma negatif. “Pelatihan seperti ini bisa membantu, tetapi BPVP seharusnya fokus pada sektor yang lebih strategis dan berdampak luas. Profesi LC memiliki citra yang kurang baik di masyarakat,” ujar Michael.
Kritik juga datang dari kelompok masyarakat yang menilai pelatihan ini tidak sesuai dengan kebutuhan ekonomi Banyuwangi. “Anggaran seperti ini lebih baik dialokasikan untuk memberdayakan sektor pertanian, UMKM, atau industri kreatif, yang jelas mendukung perekonomian masyarakat,” kata seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Meski begitu, BPVP tetap membela program ini. Arsad menegaskan bahwa pelatihan tersebut sudah mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan bertujuan menciptakan lingkungan kerja yang profesional. “Kami ingin memberikan keterampilan bagi semua profesi tanpa diskriminasi, termasuk LC, yang juga bagian dari sektor jasa,” tegasnya.
Polemik ini mencerminkan dilema antara peningkatan profesionalisme di semua bidang kerja dan persepsi sosial masyarakat. Banyak pihak menilai, pelatihan seperti ini harus diarahkan ke sektor-sektor yang lebih mendukung kesejahteraan masyarakat secara umum. Hingga kini, perdebatan mengenai relevansi pelatihan ini masih terus berlanjut. (Afg)