Lenterainspiratif.id | Mojokerto – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Mojokerto menggelar aksi penggalangan dana untuk membantu korban banjir dan longsor di wilayah Sumatera. Aksi kemanusiaan tersebut dilakukan di empat titik lampu merah strategis, yakni Lampu Merah Kenanten, Lampu Merah SMA Puri, Lampu Merah Sooko, dan Lampu Merah Pemandian Sekarputih, Sabtu (6/12/2025)
Selain menggalang donasi, PMII Mojokerto juga menyuarakan kecaman keras terhadap pemerintah atas terjadinya bencana alam di Sumatera yang dinilai tidak lepas dari kerusakan ekologi akibat konflik agraria dan eksploitasi sumber daya alam oleh korporasi.
Ketua PC PMII Mojokerto, Muhammad Nur Fadillah, mengatakan bahwa banjir dan longsor di Sumatera tidak bisa dipandang semata sebagai bencana alam biasa, melainkan juga sebagai dampak dari kerusakan lingkungan yang berlangsung bertahun-tahun.
“Banjir ini bukan sekadar musibah alam. Ada faktor besar berupa konflik agraria, pembukaan lahan besar-besaran oleh perusahaan perkebunan dan pertambangan, yang menyebabkan berkurangnya tutupan hutan serta rusaknya fungsi hulu sebagai daerah resapan air,” tegas Fadillah.
Ia menambahkan, data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat, sepanjang 2024 terjadi 32 konflik agraria di Sumatera Utara, mayoritas akibat operasi perkebunan sawit. Sementara di Sumatera Barat terdapat 12 konflik agraria, sepuluh di antaranya disebabkan oleh perusahaan perkebunan. Dalam sepuluh tahun terakhir, tercatat 3.234 letusan konflik agraria seluas 7,4 juta hektare, yang berdampak pada 1,8 juta keluarga.
Kerusakan hutan juga terjadi secara masif di Tapanuli Selatan, yang kehilangan 46.640 hektare hutan alam dalam tiga dekade terakhir. Kondisi inilah yang dinilai memperparah dampak cuaca ekstrem hingga memicu banjir bandang dan longsor.
“Kerusakan lingkungan di Sumatera bukanlah musibah yang jatuh dari langit. Ini adalah buah dari kebijakan yang memberi karpet merah kepada korporasi. Rakyat di hilir akhirnya menanggung banjir, longsor, kehilangan rumah, dan mata pencaharian,” ungkapnya.
Di sisi lain, aksi galang dana yang dilakukan PMII Mojokerto merupakan bentuk kepedulian terhadap para korban. Para kader turun langsung ke jalan dengan membawa kotak donasi dan poster ajakan solidaritas. Aksi tersebut mendapat respons positif dari masyarakat yang melintas di berbagai titik.
“Hasil donasi ini akan kami salurkan melalui jalur kemanusiaan yang kredibel agar benar-benar sampai kepada korban banjir dan longsor di Sumatera,” ujar Fadillah.
Dalam aksi tersebut, PMII Mojokerto juga menyampaikan enam tuntutan kepada pemerintah, yakni:
1. Menjadikan bencana ekologis ini sebagai momentum penyelesaian krisis agraria nasional.
2. Mengevaluasi dan memberlakukan moratorium izin konsesi hutan.
3. Mengusut tuntas serta menindak tegas pejabat dan korporasi perampas tanah rakyat.
4. Menaikkan status banjir dan longsor Sumatera menjadi Bencana Nasional.
5. Melakukan audit menyeluruh terhadap izin perkebunan dan pertambangan serta mencabut izin yang merusak lingkungan.
6. Menindak tegas Menteri ESDM serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Aksi ini adalah panggilan nurani. Kami ingin membantu korban sekaligus mengingatkan negara agar bertanggung jawab atas kerusakan ekologis yang terjadi,” tandas Fadillah.
PMII Mojokerto memastikan penggalangan dana akan terus dilakukan hingga bantuan dianggap cukup untuk disalurkan kepada masyarakat terdampak.











