
TERNATE – Pernyataan Ketua Tim CSR PT. Mahakarya Hutan Indonesia (MHI) Haltim, Julkifli Djafar, yang menyebut Mahasiswa tidak usah melakukan demonstrasi, mendapat tanggapan dari Ketua Fadodara Institut Kabupaten Halmahera Timur (Haltim), Yusri Pakanda.
Pernyataan Julkifli Djafar tersebut, disampaikan pada acara buka puasa bersama (bukber) dengan PT. MHI beserta Mahasiswa Wasile Tengah dan Wasile Utara, di kafe paddock Gosoma Tobelo, pada Jum’at 24 mei 2019 lalu.
Saat Julkifli Djafar menyebut mahasiswa tidak usah melakukan demonstrasi.
Hal ini menurut Yusri Pakanda, merupakan pembungkaman ruang untuk menyampaikan pendapat di muka umum.
Yusri menuturkan, kalaupun pernyataan tersebut di ungkapkan dengan maksud berncanda, maka menurut hemat Yisri, hal itu tidak etis, karena pernyataan itu disamipakan di depan mahasiswa dan kapasitas dia sebagai ketua KNPI Haltim.
“Walaupun pernyataan itu disampaikan tidak serius tapi bagi saya itu tidak etis, karena banyak teman-teman Mahasiswa yang hadir pada saat itu. Apalagi kapasitas Dia (Julkifli Djafar) adalah Ketua KNPI Haltim yang notabenenya adalah garda terdepan pemuda, kok cara berfikirnya seperti itu,” Kritik Yusri, Senin (27/5/2019).
“selaku senior, harus pilih ucapan kata yang pas sehingga tidak memantik opini miring, dari teman-teman yang lain,” Saran Yusri.
Dirinya menambahkan, mahasiswa, pemuda, dan warga yang ada di tiga kecamatan di Haltim yang melalukan protes beberapa bulan yang lalu ke pihak PT. MHI adalah bagian dari mempertahankan ruang hidup.
“Siapa pun yang akan melakukan aksi demo atau menyampaikan pendapatnya kepada para pemangku kepentingan, termasuk PT. MHI, sebaiknya dibiarkan saja, apalagi ini berkaitan dengan ruang hidup. Semua warga negara punya hak berpendapat di muka umum selama itu sesuai aturan Undang-Undang,” kata Yusri.
Dirinya berharap, ketika masyarakat akan berpendapat di muka umum, harus diberikan kebebasan menyampaikan aspirasinya. Jangan dibatasi (dilarang), selama penyampaian aspirasi itu masih dalam tahap wajar. Apalagi, lanjutnya, mahasiswa, pemuda atau kelompok masyarakat punya hak yang sama menyampaikan pendapatnya.
“Misalnya saja aspirasi yang disampaikan pemuda, masyarakat dan mahasiswa dari tiga kecamatan terkait tanah adat, itu wajar karena adat itu bukan main-main. Adat itu sakral termasuk dalam pelepasan tanah, pemberian gelar adat dan lainnya,” tegas Yusri. (ridal)






