Lenterainspiratif.id | Sofifi – Aliansi Mahasiswa Maluku Utara Anti Korupsi Jakarta menggelar aksi unjuk rasa didepan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Senin (07/08/2023).
Mereka mendesak KPK untuk segera memanggil dan memeriksa Kepala Balitbangda Kota Ternate, Rizal Marsaoly atas terkait transaksi pembayaran Eks kediaman Gubernur Maluku Utara, terletak di Kelurahan Kalumpang, Kecamatan Ternate Tengah, Provinsi Maluku Utara senilai Rp. 2,8 Miliar.
Dalam orasinya, Kordinator lapangan (Korlap) Ubay mengatakan, Lembaga KPK yang dimandatkan Rakyat & Negara tentunya memiliki legitimasi hukum untuk melihat problem pembelian rumah Eks kediaman Gubernur Maluku Utara yang terindikasi adanya praktek penyalahgunaan anggaran atau korupsi.
“Pembelian rumah/eks kediaman Gubernur yang terletak di Kelurahan Kalumpang, Kecamatan Ternate Tengah itu menggunakan APBD tahun 2017 senilai Rp. 2,8 Miliar sudah selesai,” terangnya.
Namun kata Ubay, anehnya di bulan Februari 2018 pemkot Ternate telah melakukan transaksi, dalam hal ini anggaran senilai Rp. 2,8 Miliyar ke rekening Gerson Yapen sebagai orang yang diduga mengklaim pemilik tanah tersebut.
Padahal kata Ubay, dalam putusan pengadilan Mahkamah Agung RI Nomor 191 K/Pdt/2013 atas gugatan pemilik lahan eks kediaman gubernur Maluku Utara, Noke Yapen dengan memiliki sertifikat hak milik nomor 227 tahun 1972 bahwa dalam putusan tersebut status pemilik lahan dikembalikan ke pemerintah bukan milik perorangan, termasuk salah satunya Gerson Yapen.
Lanjut Ubay, diperkuat dalam dokumen Laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Provinsi Maluku Utara tahun 2016 menyebutkan bahwa tanah dan bangunan rumah dinas kediaman gubernur Malut tersebut adalah aset milik Pemerintah Daerah.
“Yang kita pertanyakan adalah, kan sudah dasar hukum keputusan tertinggi Mahkamah Agung RI, kenapa tidak direalisasikan, bahwa itu adalah aset milik daerah bukan milik perseorangan, toh kenapa Pemerintah Kota Ternate malah membayar 2,8 Miliar kepada Gerson Yapen,” ungkap Ubay.
Pihaknya, menduga adanya permainan Pemerintah Kota Ternate yang patut bertangungjawab tentunya adalah Rizal Marsaoly ketika itu menjadi Kadis Perkim Kota Ternate.
Olehnya itu, Problem seperti ini KPK harus membuka mata, melakukan investigasi lebih dalam, menindak lanjuti lebih tegas karena yang digunakan adalah APBD Kota Ternate, serta memanggil dan memeriksa mantan Kadis Perkim Kota Ternate saudara, Rizal Marsaoly.
Adapun tiga tuntutan utama yang dibacakan di hadapan gedung KPK yaitu.
1. Mendesak KPK RI untuk segera memanggil dan memeriksa Rizal Marsaoly selaku Bapelitbangda Kota Ternate yang diduga terlibat dalam penggelapan dan menggunakan dana APBD 2018 Senilai 2,8 Milliar.
2. KPK RI harus mengusut tuntas transaksi jual beli rumah Eks kediaman Gubernur Maluku Utara yang disinyalir melibatkan beberapa oknum salah satunya Rizal Marsaoly yang telah merugikan Keuangan Daerah.
3. Tangkap dan penjarakan Rizal Marsaoly. (TT).