lenterainspiratif.id | Batu – Banjir bandang yang melanda Kota Batu, Jawa Timur menyisakan duka mendalam bagi warga sekitar. Selain menelan sebanyak 7 korban jiwa, banjir yang terjadi pada 4 November 2021 juga berdampak terhadap 600 keluarga di wilayah setempat.
Menurut penjelasan BPBD Kota Malang, sebanyak 174 rumah di Kota Malang yang terendam lumpur dan sekitar 600 keluarga terdampak bencana banjir bandang tersebut.
“Ada 600 keluarga yang terdampak dengan total 1.050 warga, dampak paling parah terjadi di RW 9, Kelurahan Jatimulyo ” kata Kepala BPBD Kota Malang Alie Mulyanto, Selasa (9/11).
Banjir bandang yang melanda Kota Batu juga memunculkan tanda tanya. Bagaimana tidak, Kota Batu sendiri berada di ketinggian 862 meter di atas permukaan air laut. Tak sedikit yang mengaitkan banjir bandang tersebut dengan kerusakan lingkungan.
Salah satu organisasi yang meng-amin-i argumen kerusakan lingkungan menjadi dalang banjir bandang di Kota Batu adalah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Melalui Tim tanggap darurat dari Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (ORPA) menyampaikan analisis salah satu penyebab terjadinya banjir bandang yang disebabkan menurunnya luas hutan dari tahun 1995 – 2021.
“Dari informasi pemetaan yang kami dapat dari satelit, terjadi penurunan hutan seluas 2085 ha, penurunan sawah seluas 2295 ha, peningkatan Kawasan pemukiman 420 ha, dan peningkatan luas perkebunan sebesar 3939 ha, ” Plt. Kepala Pusat Riset Aplikasi Penginderaan Jauh, ORPA, M. Rokhis Khomarudin dilansir dari laman Badan Riset dan Inovasi Nasional.
Akibatnya, lanjut Rokhis, penyempitan lahan hijau tersebut menyebabkan limpahan air hujan yang tinggi tidak bisa diserap kedalam tanah karena daya dukung lingkungan di wilayah hulu semakin rendah.
“Agar kejadian serupa terulang lagi, maka perlu adanya pemantauan perubahan fungsi lahan yang dilakukan terus-menerus sehingga dapat tangani lebih cepat,” ujarnya.
Sementara itu, Protection of Forest & Fauna (ProFauna) menyampaikan hasil penyusuran kawasan hutan lindung di lereng Gunung Arjuno se-usai banjir bandang bahwa, sekitar 90 persen tutupan hutan lindung di lereng Gunung Arjuno telah habis.
Pengalihan fungsi lahan hutan lindung dengan komoditas aneka sayuran seperti kol, wortel dan kentang diduga sudah terjadi selama bertahun-tahun. Kondisi lahan permukaan tanah yang curam dan berubah menjadi lahan pertanian membuat tanah tergerus akibat curah hujan tinggi.
“Saat curah hujan tinggi, tanah tergerus menutupi jalan air di Pusung Lading, Sumbergondo, Bumiaji,” ujar Ketua ProFauna, Rosek Nursahid.
Kondisi ini diperparah dengan tumbangnya aneka pohon dengan ukuran raksasa akibat kebakaran hutan dua tahun lalu turut menutup aliran sungai.
Disamping itu, Rosek juga melihat ada pembukaan lahan secara besar-besaran.
“Terjadi alih fungsi hutan lindung menjadi kebun sayuran,” paparnya.
Setelah mengetahui pemasalahan tersebut, Wali kota Batu, Dewanti Rumpoko akan mengupayakan langkah pemulihan. Program awal yang dipilihnya dengan melakukan susur sungai untuk melihat titik sumbatan aliran air.
“Kita akan membersihkan sisa-sisa pohon tumbang yang berpotensi menghambat aliran air, serta menanam pohon keras berakar kuat di pinggir atas lereng tebing terutama di pinggir kawasan kebun semusim,” ucapnya.
Langkah lainnya adalah menghindari pemanfaatan lereng jalur lembah sungai untuk pemanfaatan kebun semusim, menanam akar wangi di lereng terjal kurang dari 30 derajat, serta mempersiapkan kesiapsiagaan berbasis masyarakat. (Diy)