Mojokerto, LenteraInspiratif.id – Sidang lanjutan perkara kematian siswa SMK Raden Rahmat Mojosari, Muhammad Alfan (18), kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Senin (17/11/2025). Terdakwa tunggal, Rio Filian Tono bin Tiono (alm), 27 tahun, hadir langsung di ruang sidang Cakra dengan mengenakan kemeja putih, peci putih, dan celana hitam. Ia duduk berdampingan dengan penasihat hukumnya, Junus.
Majelis hakim yang memimpin jalannya persidangan terdiri dari Jenny Tulak sebagai ketua, serta Tri Sugondo dan BM Cintia Buana sebagai hakim anggota. Dari pihak penuntut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erfandy Kurnia Rachman hadir bersama dua jaksa lainnya, I Gusti Ngurah Yulio dan Ari Budiarti.
Agenda pemeriksaan saksi sebenarnya dijadwalkan menghadirkan enam orang, namun hanya empat yang dapat diperiksa karena kelengkapan berkas dua saksi lain belum memenuhi syarat. Saksi yang memberikan keterangan hari itu adalah Khoiril (Penceng), Jenar, Rifki, dan Ariel — mereka merupakan teman sekolah korban maupun individu yang berada dalam rangkaian peristiwa sebelum Alfan meninggal.
Usai persidangan, penasihat hukum keluarga korban dari LBH Ansor Jatim, Dewi Murniati, menilai banyak kejanggalan muncul selama pemeriksaan saksi. Menurut Dewi, beberapa jawaban saksi justru memancing kemarahan jaksa karena dianggap tidak konsisten dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
“Hari ini banyak hal yang membuat jaksa geram. Pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya sederhana malah dijawab berbeda-beda, bahkan ada yang berlawanan dengan isi BAP,” ungkap Dewi.
Ia menyoroti kesaksian Khoiril, yang dinilai tampak kebingungan saat menjawab pertanyaan. Dewi mengatakan keterangan Khoiril di persidangan berbeda dengan rekonstruksi, terutama soal siapa yang mengejar Alfan dan Samsul.
“Dalam rekonstruksi, setelah Rio masuk, Khoiril keluar sambil mengatakan ‘mana pedangnya’ dan mengejar Alfan serta Samsul. Tapi keterangannya hari ini bertolak belakang,” ujarnya.
Perbedaan lain muncul dari kesaksian Jenar. Menurut Dewi, Jenar menyebut mendatangi rumah Samsul sekitar pukul 21.30 WIB pada Jumat malam, sementara Samsul dalam BAP menyebut peristiwa itu terjadi sekitar pukul 23.00 WIB.
“Selisih waktu ini krusial. Keluarga Samsul tidak mengizinkan empat orang itu membawa Samsul keluar rumah karena sudah larut malam,” terang Dewi.
Masih dari pengamatan Dewi, Jenar mengakui dalam sidang bahwa mereka datang berempat dengan niat “menggebuki” Samsul, namun rencana itu batal karena melihat ada orang tua Samsul di rumah.
Keterangan saksi Rifki juga dinilai janggal. Rifki mengatakan kepada hakim bahwa ia dipaksa penyidik saat membuat BAP, meski menurut Dewi, Rifki adalah siswa yang bisa membaca dan menulis serta menandatangani BAP setelah isinya dibacakan.
“Keterangan Rifki hari ini sangat berbeda. Ia bilang dipaksa penyidik, padahal dia menandatangani BAP. Tentu ini memicu perdebatan antara penyidik dan jaksa,” ujar Dewi.
Dalam persidangan, jaksa sempat menegaskan bahwa apabila BAP dianggap tidak benar, maka penyidik yang membuatnya harus dipanggil untuk memberi penjelasan.
“Jaksanya sampai berkata, ‘Kalau begitu saya panggil polisi yang buat BAP ini’. Karena BAP itu kan sudah ditandatangani, kalau salah mestinya dikoreksi sejak awal,” tegas Dewi.
Dewi menambahkan jika dalam persidangan tadi terlihat keterlibatan saksi Khoiril dalam perkara ini. Oleh karena itu, Dewi mempertanyakan kenapa Khoiril tidak dijadikan tersangka dalam perkara ini.
“Tapi kenapa tidak ada pasal 55 yakni keikut sertaan dalam perkara ini,” tuturnya.
Pihak keluarga, lanjut Dewi, berharap seluruh fakta persidangan dipertimbangkan secara objektif dan tidak ada pengaburan fakta yang mengarah pada peringanan hukuman bagi terdakwa.
“Harapan keluarga hanya satu: keadilan bagi Alfan. Kami tidak ingin kasus ini dianggap sebagai percobaan. Kami ingin hukum dijatuhkan sesuai perbuatan,” tegasnya.
Sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi lain. Dari total 25 saksi yang diajukan, baru 10 yang diperiksa hingga sidang hari ini.













