Berita

KPK Periksa Anggota DPRD Mojokerto Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji 2023–2024

Gedung kpk, ott, surabaya, kpk
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

JAKARTA, LenteraInspiratif.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa anggota DPRD Kota Mojokerto, Jawa Timur, Rufis Bahrudin (RFB) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024.

 

Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (13/10/2025).

 

“Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama RFB,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat dikonfirmasi di Jakarta, dikutip Antaranews.com.

 

Meski Rufis Bahrudin tercatat sebagai anggota DPRD Kota Mojokerto, Budi menegaskan bahwa pemeriksaan dilakukan dalam kapasitasnya sebagai Direktur Utama PT Sahara Dzumirra International, bukan sebagai pejabat legislatif.

 

Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik KPK juga memanggil FNR, Wakil Manajer PT Sahara Dzumirra International, untuk dimintai keterangan terkait peran perusahaan dalam penyelenggaraan ibadah haji.

 

Menurut catatan KPK, kedua saksi tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 09.34 WIB.

 

Kasus dugaan korupsi ini mulai disidik KPK sejak 9 Agustus 2025, setelah lembaga antirasuah itu meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.

 

KPK menduga terdapat penyimpangan dalam penentuan dan pembagian kuota tambahan haji tahun 2024, yang nilainya mencapai Rp1 triliun lebih.

 

Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan hasil penghitungan awal kerugian negara tersebut dan menetapkan tiga orang dicegah ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut.

 

Dalam perkembangan selanjutnya, KPK menduga sebanyak 13 asosiasi dan lebih dari 400 biro perjalanan haji turut terlibat dalam praktik korupsi kuota haji ini.

 

Temuan itu sejalan dengan hasil penyelidikan Pansus Angket Haji DPR RI, yang menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024, khususnya dalam pembagian kuota tambahan 20.000 jamaah.

 

Pemerintah saat itu membagi kuota tambahan menjadi 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus, atau masing-masing 10.000 jamaah.

 

Namun, kebijakan tersebut dinilai menyimpang dari Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yang mengatur porsi kuota haji khusus hanya 8 persen, sedangkan 92 persen untuk haji reguler.

 

Hingga kini, KPK masih mendalami aliran dana dan pihak-pihak penerima manfaat dari dugaan korupsi tersebut.

Selain itu, KPK juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung secara detail potensi kerugian negara.

 

“Proses penyidikan masih berjalan, dan kami terus memeriksa sejumlah pihak yang diduga mengetahui maupun terlibat,” kata Budi.

Exit mobile version