Lenterainspiratif.com | Ponorogo -Warga Ponorogo dihebohkan dengan adanya tempe yang dibungkus dengan menggunakan Kartu Keluarga (KK) asli, yang biasanya hanya bisa di dapat langsung dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Berita tersebut pertama kali viral dimedia sosial Facebook, dan di unggah oleh akun Hery Pradana RI do sebuah groub Facebook yang berna ICWP. Ia mengunggah gambar tempe yang dibungkus dengan KK yang nampak seperti KK Asli, dan di beri caption, “Maaf lur isuk mau tuku tempe buntel, yang mengejutkan sebagian besar tempe kok nek mbuntel gae KK asli seng kemungkinan wes gak di gae berbagai daerah di Ponorogo. Asli warna biru legalisir + stempel yang saya tanyakan bukannya data NIK dan KK harus dilindungi dan kalau ada yang menyalahgunakan siapa yang harus tanggung jawab. Suwun,” berikut caption unggahan tersebut, Jumat (25/9/2020).
Berita viral itu kemudian ditanggapi langsung oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Ponorogo Herry Sutrisno menjelaskan, bahwa pihak dukcapil telah meminta petugas yang kompeten untuk menelusuri TKP guna memastikan keabsahan KK yang digunakan untuk bungkus tempe itu.
“Juga sosialisasi bahwa di perjalanan penerbitan dokumen KK mengalami beberapa kali perubahan,” terang Herry kepada wartawan.
Herry menambahkan, proses percetakan KK dulu menggunakan blangko security printing dan rangkap empat lembar. Lembar pertama KK asli. Sedangkan tiga lembar lainnya menjadi arsip di desa, kecamatan dan RT.
“Yang asli ini pasti yang membawa penduduk bersangkutan,” ujar Herry.
Namun menurutnya, kini masyarakat bisa mencetak sendiri dokumen kependudukan. Seperti Kartu Keluarga (KK), Akta Kelahiran, Akta Kematian dan administrasi lainnya dengan menggunakan kertas HVS ukuran A4 80 gram.
Penggunaan kertas HVS untuk KK dan akta Capil tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 109 Tahun 2019 tentang Formulir dan Buku yang Digunakan Dalam Administrasi Kependudukan. “Perubahan tentang KK ini untuk mengamankan keabsahan dokumen agar tidak dipergunakan yang tidak semestinya,” ujar Herry.
“Di lapangan kenapa beredar kertas dipakai bungkus tempe itu bisa jadi bukan dokumen aslinya,” imbuh Herry.
Saat dimintai keterangan terkait pemusnahan dokumen yang sudah tidak terpakai dan menumpuk, Herry menjelaskan bahwa dukcapil Ponorogo menggunakan dua cara yakni di hancurkan atau dibakar.
“Biasanya kalau volume dokumen sudah banyak, kita musnahkan. Tetapi sekarang sudah mulai paperless jadi dokumen disimpan secara elektronik,” pungkas Herry. (ji)