BudayaJawa TimurWisata

Dibalik Nama Candi Tikus dan Kepercayaan Masyarakat

×

Dibalik Nama Candi Tikus dan Kepercayaan Masyarakat

Sebarkan artikel ini
Air Situs Candi Tikus Penangkal Tikus Sawah
Air Situs Candi Tikus Penangkal Tikus Sawah

Dibalik Nama Candi Tikus dan Kepercayaan Masyarakat
candi tikus

lenterainspiratif.id | Mojokerto –  Penamaan sebuah benda Purbakala biasanya selalu berhubungan dengan sejarahnya atau tokoh kerajaan. Namun, tidak dengan candi yang berlokasi di Dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Bangunan purbakala ini diberi nama yang unik, yakni Candi Tikus.

”Penamaan candi ini berawal dari petani sekitar yang gagal panen karena hama tikus, kemudian sepakat melakukan pengejaran akhirnya tikus-tikus masuk ke gundukan tanah, akhirnya gundukan tanah itu dibongkar dan ditemukan bangunan candi,” ujar Solikin kemarin minggu  (9/9/2018).

Solikin menjelaskan lebih lanjut bahwa temuan ini dilaporkan ke bupati Mojokerto, yang saat itu dijabat oleh RAA. Kromojoyo Hadinegoro. Kemudian bupati memanggil arkeolog untuk meneliti tempat ini. ”Akhirnya dilakukan penggalian selama dua tahun, setelah selesai penggalian kemudian diresmikan dan diberi nama Candi Tikus  karena penemuannya itu pada saat pengejaran tikus,” tambahnya.

Kemudian pada tahun 1984 candi ini direnovasi kembali  yang meliputi seluruhnya, terutama yang dalam keadaan rusak yakni tembok bagian selatan, pembanguan disamakan seperti yang bagian timur dan barat. ”Renovasinya ya tidak merubah bentuk yang dulu, tetap sama seperti yang ditembok sebelahnya, kalo bahannya mungkin agak beda sedikit,” ungkap Solikin.

Sampai saat ini Candi tikus sering dikunjungi oleh wisatawan yang ingin mengambil air yang ada di dalamnya, karena dari dulu air yang ada di candi ini dipercaya bisa menghilangkan hama tikus yang ada di sawah. ”Tapi kalo mau ngambil air di candi ini harus membawa bunga kembang telor sebagai syarat,” kata Solikin. “Yang ngambil air di sini juga kebanyakan dari luar kota, Gresik, Lamongan, bahkan Indaramayu,” tambahnya.

Sementara itu, pihak Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) mengatakan bahwa hal itu tidak benar sepenuhnya, meski banyak yang mempercayai dan berhasil menghilangkan hama tikus, mungkin karena banyaak yang mengambil akhirnya menjadi kepercayaan masyarakat. ”Tapi sebenarnya kita juga tidak percaya kalo air itu bisa menghilangkan hama tikus,” ujar Ning Sriyati.

Dan jika petani yang sudah mengambil air di sini, kemudian berhasil menghilang hama tikusnya, maka harus balik lagi ke sini untuk membawa syukuran berupa ketupat lepet yang akan diletakkan di sisi candi dan dikasi penjaganya. ”Itu sudah jadi tradisi dari orang-orang zaman dulu kalau berhasil,” ungkap Solikin.

 

Candi Tikus sendiri ditemukan pada tahun 1914 oleh para petani sekitar, diperkirakan dibangun pada masa Kerajaan Majapahit, sekitaran abad ke 13 atau 14. Karena melihat dari adanya minatur menara yang merupakan ciri khas pada abad itu.

Mengenai fungsinya candi ini masih menajdi perdebatan dikalangan arkeolog, ada yang menganggap sebagai petirtaan atau tempat mandi keluarga raja, ada juga yang berpendapat sebagai tempat penampungan dan penyaluran kebutuhan air penduduk Trowulan. Namun, BPCB mengakui bahwa candi ini sebagai tempat mandi keluarga raja. ”Sekali lagi, itu petirtaan ya, bukan candi atau yang lainnya,” ungkap Kasub pemamfaatan BPCB, Ning Sriyati. (Fron).

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *