Bawaslu juga mengidentifikasi 5 TPS yang didirikan di wilayah rawan konflik, serta 4 TPS yang memiliki riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang melanggar aturan selama masa kampanye. Intimidasi terhadap penyelenggara pemilu juga dilaporkan terjadi pada 4 TPS.
“Faktor lokasi juga menjadi perhatian dengan adanya 3 TPS yang berada di dekat wilayah kerja seperti pabrik atau pertambangan. Kendala aliran listrik juga dilaporkan di 3 TPS, yang berpotensi mengganggu pelaksanaan pemilu,” kata Dody.
Selain itu, isu SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) muncul sebagai potensi kerawanan di 2 TPS. Logistik pemilu juga menjadi tantangan dengan 2 TPS yang mengalami keterlambatan pendistribusian logistik hingga satu hari sebelum pemungutan suara.
Lebih lanjut, ada 1 TPS di mana petugas KPPS pernah terlibat kampanye untuk pasangan calon tertentu, serta 1 TPS lain yang memiliki riwayat kekerasan di lokasi pemungutan suara.
Beberapa indikator lain, meskipun tidak ditemukan kasusnya di Mojokerto, tetap dimasukkan dalam pengawasan. Di antaranya adalah TPS yang menghadapi penolakan penyelenggaraan pemungutan suara, keterlibatan ASN, TNI/Polri, atau perangkat desa dalam mendukung pasangan calon, TPS di lokasi khusus, serta penggunaan sistem Noken yang tidak sesuai ketentuan di daerah tertentu.
“Kami berharap hasil pemetaan ini dapat menjadi dasar untuk mengantisipasi potensi kerawanan, sehingga pelaksanaan Pilkada 2024 di Mojokerto berjalan lancar dan demokratis,” tutup Dody. (Diy)