
Lenterainspiratif.com Kota Ternate. Maluku Utara – Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) meminta perhatian Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait fenomena perubahan warna laut dan biota ikan yang mendadak mati di perairan laut Maluku Utara (Malut).
Sebelumnya, fenomena perubahan air laut menjadi kecoklatan dan biota ikan mendadak mati pertama kali terjadi di perairan Kayoa dan Makian Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), tanggal, 24 Februari 2020 yang menggegerkan masyarakat setempat. Disusul lagi fenomena yang sama terjadi dipantai taman Nukila, Kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate tanggal, 26 Februari 2020.
Ketua Bidang Maritim DPP GMNI, Alimun Nasrun berharap kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil segera berkordinasi dengan Pemerintah daerah lintas regional untuk ikut aktif dalam menyelesaikan masaalah ini.
“Harus ada upaya koordinasi dengan para pakar, praktisi, stakeholder dan para pengambil kebijakan untuk saling bertukar informasi, data, dan upaya-upaya penenganan fenomena perubahan warna laut dan kematian biota ikan di perairan Malut, sehingga KKP harus berperan, apakah ini adalah blooming alga atau pencemaran laut akibat limbah beracun,” ungkap Alimun Nasrun kepada media ini dalam telpon singkatnya pada, Kamis (27/02/2020).
Lanjut Dia, fenomena perubahan warna laut menjadi coklat yang membuat biota ikan di perairan laut Halmahera khususnya pulau Kayoa dan Makian Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) dan Kota Ternate mendadak mati pada pekan ini cukup meresahkan masyarakat, apalagi fenomena seperti ini baru pertama kali terjadi diperairan Kabupaten Halsel dan Kota Ternate Malut sehingga memunculkan multi tafsir dan tanda tanya dikalangan masyarakat dan Akademisi.
“Banyak warga menduga kejadian ini akibat terjadinya pencemaran air limbah karena air laut di perairan Halsel dan Kota Ternate menjadi coklat. Bahkan mengaitkan dengan sunami Aceh. Sebagai wilayah pesisir dan kepulauan tentu sangat rentan terhadap berbagai ancaman pencemaran baik yang berasal dari aktivitas domestik manusia (marine debris) dan industri (pengolahan perikanan)”.ucap Alimun
Hal itu seperti tumpahan minyak (oil spill), dan aktivitas pertambangan yang membuang limbah melalui sungai pasti mengakibatkan terjadi pencemaran laut. Pencemaran laut menurut UNCLOS 1982 adalah benda buatan manusia yang masuk ke dalam lingkungan laut yang disebabkan oleh penanganan yang buruk dan pembuangan ke laut baik disengaja maupun tidak disengaja. Tentunya akan menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem, habitat, biota laut dan penurunan kualitas lingkungan pesisir.
“Ancaman pencemaran tersebut apabila tidak ditangani secara tepat dapat mengakibatkan semakin meluasnya dampak negatif terhadap kehidupan manusia dan biota sehingga ada upaya stakeholder terkait dapat merumuskan strategi penanganan serta memberikan rekomendasi strategis dalam upaya kebijakan penanganan pencemaran di wilayah pesisir dan laut Maluku Utara dan khususnya Kabupaten Halsel dan Kota Ternate,” harapnya.
Ia menerangkan bahwa perubahan warna air laut tidak tidak bisa diduga karena disebakan blooming alga. Artinya blooming alga merupakan nutrisi yang sudah berlebihan yang terdapat dalam perairan laut sehingga menyebabkan populasi alga menjadi sangat banyak.
“Kalau blooming alga itu kita harus punya kajian yang lengkap, karena secara kasat mata kita melihat perubahan warna air pendugaan awal kita karena terjadinya blooming, tapi itu perlu penilitian akademik. Takutnya limbah beracun,”tutupnya Alimun Nasrun