Lenterainspiratif.id | Surabaya – Ronald Tanur anak seorang DPR dari fraksi PKB yang melakukan pembunuhan terhadap pembunuhan kekasihnya Dini Sera Afriyanti divonis bebas oleh majelis hakim. Keputusan ini pun menuai kontroversi.
Sejumlah tokoh menyatakan putusan itu janggal dan sarat kepentingan dan tak berdasar hukum. Ronald Tanur sebelumnya didakwa dengan Pasal 338, 351 ayat 1 dan 3, serta 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Ia terekam kamera pengawas (CCTV) melakukan penganiayaan berat di sebuah parkiran tempat hiburan malam. Korban yang sempat dirawat di rumah sakit akhirnya meninggal dunia.
Namun Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang diketuai Erintuah Damanik menilai penyebab kematian korban karena banyak mengonsumsi minuman beralkohol bukan karena penganiayaan.
Berikut sejumlah reaksi atas putusan bebas Ronald Tannur
Kejari Surabaya Tolak Putusan
Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Surabaya Putu Arya Wibisana mengatakan putusan Ronald janggal. Ia menyebutkan dari alat bukti seperti surat visum et repertum atau VER sudah ditegaskan mengenai adanya luka di hati korban akibat benda tumpul.
Putu mengatakan hasil VER juga membuktikan adanya bekas ban mobil yang menindas bagian tubuh korban Dini Sera Afrianti. “Itu merupakan suatu bukti bahwa ada fakta yang seharusnya dipertimbangkan juga oleh Majelis Hakim,” ujar Putu seperti dikutip, Jumat (28/7/2024).
Akademisi / Pakar Hukum
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Nur Basuki Minarno vonis bebas Gregorius Ronald Tannur tidak berdasar hukum. Kesimpulan itu menurut dia lantaran ada bukti-bukti dalam persidangan yang disuguhkan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Kenyataannya, bukti yang ditampilkan di sidang tidak dipertimbangkan hakim. Padahal menurut Basuki, dalam memutus suatu perkara hakim sudah disumpah begitu juga dengan saksi ahli yang dihadirkan.
“Kalau kemudian dikesampingkan seperti itu tanpa ada dasar yang kuat, tentu keliru dalam membuat putusan. Berarti salah dalam penerapan hukumnya,” ujarnya.
Komisi Yudisial Gunakan Hak Inisiatif
Komisi Yudisial menyatakan menggunakan hak inisiatifnya untuk mendalami putusan bebas Ronald Tannur. Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan hak itu digunakan lantaran tidak ada laporan yang diterima oleh komisi.
Mukti mengatakan bahwa KY memang tidak bisa menilai putusan hakim. Akan tetapi, KY bisa menurunkan tim investigasi untuk mendalami putusan tersebut guna melihat apakah ada dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Di samping itu, KY juga mempersilakan publik untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim jika memiliki bukti-bukti pendukung agar pihaknya dapat menindaklanjuti sesuai dengan prosedur yang berlaku. “KY memahami apabila akhirnya timbul gejolak karena dinilai mencederai keadilan,” kata Mukti.
Vonis Memalukan
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengatakan vonis bebas Ronald Tannur yang didakwa kasus dugaan penganiayaan hingga menyebabkan kematian, adalah putusan yang memalukan.
Dia pun heran atas keputusan hakim tersebut, karena sebelumnya jaksa penuntut umum menuntut agar Ronald dihukum 12 tahun penjara.
“Terang benderang bahwa tindak pidana yang jelas sangat pada tahun 2023, dengan penganiayaan yang menyebabkan seorang perempuan meninggal dunia, ini kan fatal,” kata Sahroni.
Dia pun mengajak para pihak pemangku kebijakan agar mengawasi dengan seksama putusan tersebut. Menurutnya, para hakim tersebut harus diperiksa secara menyeluruh oleh pihak-pihak yang berwenang. (Suf)