Halsel, Lentera Inspiratif.com
Suhu politik pemilihan kepala daerah (Pilkada) Maluku Utara, mulai memuncak. Karena tinggal hitungan hari, masyarakat Maluku Utara, sudah bisa menentukan pilihannya. Untuk menentukan nasib masa depan daerah selama lima tahun nantinya. Namun, terkadang nilai demokrasi itu ternodai oleh beberapa oknum, demi memenangkan pertarungan tersebut.
Padahal, Menurut ketentuan Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dinyatakan bahwa Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya. Lebih lanjut menurut ketentuan Pasal 43 ayat (1) UU ini, dinyatakan bahwa Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Terbukti, Kedua ketentuan pasal di atas jelas menunjukkan adanya jaminan yuridis yang melekat bagi setiap warga Negara Indonesia itu sendiri untuk melaksanakan hak memilihnya.
Artinya, setiap hak demokrasi tak bisa ditekan maupun diancam untuk memilih salah satu paslon yang berlaga pada demokrasi Maluku Utara, khususnya. Bahkan, seorang kepala daerah pun tak bisa untuk menekan pada bawahannya untuk mengikuti kemauannya memilih salah satu paslon yang ia jagokan. Dan semua itu, seolah – olah terjadi di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel). Diduga adanya, penekanan terhadap Kepala Dinas, PNS, Honorer, bahkan Kepala Desa terjadi.
"Jadi ngoni kalau tra mau bergabung kong suatu ketika gubernur melanjutkan kemudian saya masih tiga tahun, jangan ngoni marah kalau Kepala Dinas saya kasih non job dan jadi Kopri. Saya akan bikin, termasuk kepala – kepala desa jangan ngoni senyum. ADD yang dua tahun ini, saya hanya coba hanya bikin pagar, tapi sampai saat ini dua tahun belum bikin dan ada yang tra selesai. Tapi di meja saya semua temuan, tapi saya bilang jang ngoni ganggu, karena itu saya pe pasukan. Tapi cuma ngoni ganggu hari ini, saya akan buka, "ujar, Bupati Halmahera Selatan, Bahrain Kasuba, pada Senin (18/06/2018) saat open house.
Atas sikap arogansi itulah, yang merusak nilai pesta demokrasi. Karena, masyarakat dipaksa untuk memilih salah satu paslon yang sesuai dengan keinginan Bupati. Bahkan, ancaman pun juga telah dilontarkan. Oleh sebab itu, tindakan tersebut sudah diluar kebatasan dan kewajaran yang. Karena persolan perbedaan pilihan, jabatan akan menjadi taruhannya. Tak mengenal, prestasi yang sudah mereka torehkan bagi kepala dinas. Yang ada hanya like and dislike (suka dan tidak suka, red). Serta, mengikuti atau non job jika membangkang. (red)







