HukumJawa TimurKriminal

PH Terdakwa Penyerangan Tempat Latihan Silat : Delik Ujaran Kebencian Tidak Terbukti di Persidangan 

×

PH Terdakwa Penyerangan Tempat Latihan Silat : Delik Ujaran Kebencian Tidak Terbukti di Persidangan 

Sebarkan artikel ini
Sidang perkara penyerangan tempat latihan silat di PN Mojokerto, Kamis (21/3/2024).

 

LenteraInspiratif.id | Mojokerto – Ahmad Mukhlisin, pendamping hukum (PH) DDD (19) terdakwa penyerangan tempat latihan silat di Kutorejo menilai jika JPU gagal membuktikan delik ujaran kebencian sebagaimana diatur dalam pasal 45 A ayat 2 UU No 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE).

 

Hal itu ia sampaikan dalam persidangan yang berlangsung di PN Mojokerto dengan agenda pledoi pada, Kamis (21/3/2024).

 

“Di dalam persidangan JPU tidak bisa membuktikan apa yang dishare terdakwa ke grup WhatsApp itu untuk membenci kelompok tertentu,” ucap Mukhlisin.

 

Saat itu, yang dikirimkan terdakwa ke grub WhatsApp yaitu pamflet acara perguruan silat. Menurut Mukhlisin, perbuatan yang dilakukan terdakwa bukanlah sebuah tindak pidana atau ujaran kebencian. Sebab, saat mengirimkan pamflet ke grup WhatsApp, tidak ada perkataan atau kalimat apapun yang berkesan profokatif.

 

“Membagikan pamflet kan bukan suatu tindak pidana (ITE), kecuali terdakwa memberi kata-kata yang bersifat profokatif dan menghasut untuk membenci kelompok tertentu” ujarnya.

 

Mukhlisin juga menilai jika JPU gagal memahami maksud dari kata ‘Bumi Kandung’ dalam chat yang ada di grub WhatsApp itu.

 

“Bumi Kandung itu nama tempat padepokan tempat terdakwa dan teman-temannya latihan. Tapi JPU secara sepihak mengartikan kata Bumi Kandung itu seolah ajakan untuk berkumpul,” papar Mukhlisin.

 

Mukhlisin memaparkan jika dalam persidangan JPU hanya memiliki bukti screenshot grub WhatsApp yang digunakan terdakwa berkomunikasi dengan temannya. Selain itu, JPU juga tidak menghadirkan saksi ahli dalam pemeriksaan perkara ini di persidangan.

 

Menurut Mukhlisin, langkah yang diambil JPU ini tidak membuktikan apapun delik yang disangkakan terhadap terdakwa.

 

“Seharusnya JPU menghadirkan ahli pidana dan ahli bahasa untuk mendapatkan kepastian hukum, kalimat mana yang masuk unsur ujaran kebencian, dan tindakan pidana apa yg telah dilakukan oleh terdakwa, sehingga memperjelas apa yang diperbuat terdakwa ini suatu tindak pidana atau bukan,” jelasnya.

 

Dikarenakan tidak terbuktinya delik ujaran kebencian yang didakwakan JPU, Mukhlisin berharap agar Majelis Hakim membebaskan terdakwa dari pasal yang di tuntutkan oleh JPU.

 

“Karena JPU tidak bisa membuktikan, maka kita minta agar terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan,” pungkas Mukhlisin.

 

Sebagai informasi, dalam insiden penyerangan tempat latihan perguruan silat itu, Polisi telah menetapkan 6 tersangka.

 

Diantaranya, dua pelaku dewasa yakni DDD (19), warga Desa Pekukuhan, Kecamatan Mojosari, dan MDF (18), warga Desa Purwojati, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto. Sedangkan 4 lainnya masih dibawah umur.

 

DDD didakwa tiga pasal kumulatif diantaranya pasal 45 A ayat 2 UU No 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE), pasal 160 KUHP tentang penghasutan dan pasal 221 KUHP karena menyuruh pelaku anak GV membakar tas, baju sakral, sabuk, dan buku jurus milik korban.

 

Sedangkan tersangka MDF dijerat dengan pasal 170 KUHP. Sebab ia merusak 2 sepeda motor milik korban yang tertinggal di balai Desa Windurejo. (diy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *