
Lenterainspiratif.id | Mojokerto – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat soroti kebocoran Pemasukan Anggaran Daerah (PAD) Kabupaten Mojokerto di sektor pertambangan khususnya tambang galian C (sirtu). Kebocoran anggaran yang ditafsir menyentuh angka Rp 2,5 miliar lebih setiap bulan membuat KPK meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto untuk menekan dugaan kebocoran uang negara tersebut.
Menurut pemaparan Bupati Mojokero, Ikfina Fahmawati, kebocoran pendapatan anggaran daerah tersebut dikarenakan maraknya tambang galian C (sirtu) yang diduga tak berizin di wilayah Kabupaten Mojokerto. Hal tersebut sempat menjadi sorotan KPK saat menjalankan supervisi di Mojokerto.
’’KPK meminta untuk mengawal uang yang harusnya masuk negara, namun tidak bisa masuk ke negara (PAD), salah satunya galian-galian,” ucap Ikfina Fahmawati.
Meskipun pemkab tidak memiliki wewenang dalam penerbitan izin, Namun pemkab tetap diminta mengambil sikap lantaran keberadaan galian-galian tersebut beroperasi di kabupaten. Tidak hanya itu, KPK juga memberikan rekomendasi yang salah satunya meminta pemda melayangkan surat ke pemerintah pusat demi mendapatkan kepastian legalitasnya.
’’Intinya meminta kejelasan dari galian, apakah galian ini boleh beroperasi atau tidak, kalau tidak ya harus ada penindakan,’’ jelasnya.
Masih kata Ikfina, harapannya pemda bisa menyelamatkan uang negara senilai Rp 2,5 miliar yang diduga lenyap setiap bulan akibat legalitas galian tak jelas. Angka ini dihitung dari 27 titik lokasi pertambangan bodong namun masih aktif alias beroperasi.
’’Soalnya PAD dari galian luar biasa. kita tentunya bisa melakukan pembangunan dari PAD tersebut ,’’ terang bupati perempuan pertama di Mojokerto.
Terpisah, Kepala Bapenda Kabupaten Mojokerto Bambang Eko Wahyudi menambahkan, sebagai tindak lanjut rekomendasi KPK, pihaknya kini mulai mengonsep surat yang bakal dikirim ke pemerintah pusat sebagai pemangku kebijakan. Surat ini tak lain melaporkan sejumlah titik galian yang tidak memiliki izin berikut dampak yang ditimbulkan. Yakni, berpotensi terjadi kerusakan lingkungan dan hilangnya PAD.
’’Ini untuk meminta kepastian. Yang beroperasi ini berikan izin biar retribusinya bisa masuk ke pemerintah atau seperti apa,’’ ungkapnya.
Sementara itu, kebocoran PAD di sektor tambang turut mendapatkan komentar dari elemen Mahasiswa. Sekelompok Mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Mojokerto mengatakan bahwa, aktivitas pertambangan galian c khususnya yang ilegal dirasa banyak menimbulkan kerugian.
“Seperti yang kita ketahui, selain adanya galian tersebut yang turut andil besar dalam kerusakan lingkungan, namun juga merugikan keuangan negara,” ucap ketua PMII Cabang Mojokerto, Ihwanul Qirom pada lenteramojokerto.com, Sabtu (5/6/2021).
Iwan, sapaan akrab ketua PMII Mojokerto juga mengkritik pemekab Mojokerto terkait keseriusan dalam menindak galian ilegal di Mojokerto, ia juga mengaku bahwa PMII sudah sering melaporkan perkara tersebut ke pihak pemerintah. Namun, laporan tersebut dinilai tidak ada respon yang berarti.
“Sudah sering kita mengadu, sejak dulu malahan. Terbaru, kami mengadu saat audiensi kemarin, tapi jawaban pemerintah ya seperti itu, janji janji namun pada akhirnya tidak ada realisasinya, bahkan terkesan dibiarkan (galian ilegal) beroperasi,” tegas Iwan.
Pria lulusan fakultas ekonomi STIE Al Anwar bersyukur KPK turut soroti aktivitas galian ilegal di Mojokerto. Menurutnya, dengan hadirnya KPK yang turut menyoroti galian ilegal di Mojokerto, Pemkab lebih serius menindak pertambangan ilegal.
“Kalau KPK ikut menyoroti tentunya responnya berbeda, dan saya harap kedepannya pemerintah bisa melakukan sesuatu yang lebih berarti. Soalnya uang Rp 2,5 miliar perbulan bukanlah nominal yang sedikit. apalagi di masa pandemi saat ini,” pungkasnya.
Diketahui jumlah PAD yang masuk dari sektor pertambangan cukup tinggi. Dari 16 titik galian yang berizin, setiap bulan mampu memberikan kontribusi PAD pemkab mencapai Rp 1,5 miliar.
Sebelumnya, keberadaan galian C diduga ilegal di wilayah Kabupaten Mojokerto mencapai 99 titik, dengan 27 titik aktif beroperasi. Kondisi ini dinilai mengakibatkan hilangnya potensi PAD dari sektor tambang diduga mencapai Rp 2,5 miliar lebih tiap bulan.
Angka itu berdasarkan tembusan dari Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur selaku pejabat berwenang yang mengeluarkan izin pertambangan sebelum akhirnya saat ini izin ditarik pemerintah pusat. ( Diy )