LenteraInspiratif.id | Mojokerto – Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law mendapat penolakan di berbagai daerah, salah satunya di Mojokerto. Koalisi organisasi profesi kesehatan (OPK) se-Mojokerto menyatakan tidak sepakat dengan RUU tersebut.
Pernyatan sikap itu disampaikan di Aula kantor Sekertariatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Mojokerto, Senin, (28/11/2022).
11 organisasi kesehatan itu diantaranya, IDI, IBI (Ikatan Bidan Indonesia) Kota/Kabupaten Mojokerto, DPD PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) Kota/Kabupaten Mojokerto, IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) Kota/Kabupaten Mojokerto, PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia) serta PATELKI (Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia), dan PTGMI (Persatuan Terapis Gigi dan Mulut) Mojokerto.
Ketua DPD PPNI Kota Mojokerto, Daniel Bagus Setyawan menilai RUU kesehatan Omnibus Law itu berpotensi besar merugikan kepentingan masyarakat dan bisa berdampak pada keselamatan dan kesehatan masyarakat Indonesia. Selain itu, tidak ada urgensi aturan masing-masing profesi harus digabungkan dalam RUU Kesehatan Omnibus Law.
“Sebenarnya di masing-masing profesi sudah ada aturan teknis yang dikeluarkan Kementrian Kesehatan, itu sudah berjalan baik. Tidak ada urgensitasnya menggabungkan ke dalam satu aturan atau undang-undang,” katanya.
Selain itu, RUU Kesehatan Omnibus Law dapat merusak hubungan antara Organisasi Profesi Kesehatan dengan pemerintah di daerah yang sejak lama berjalan sangat harmonis dan saling bersinergi. Apalagi, dalam proses penyusunannya tidak melibatkan organisasi-organisasi profesi kesehatan.
“Selama ini sudah berjalan baik dan saling bersinergi. Nah tiba-tiba kok ada seperti itu. Menurut kami, seharusnya yang sudah ada ini didukung agar lebih baik terus,” tegas Daniel.
Dalam pandangan Daniel, ada sejumlah kejanggalan dalam pasal-pasal yang ada di RUU tersebut. Salah satunya, surat tanda registrasi (STR) untuk perawat bakal diberlakukan seumur hidup. Padahal, fungsi STR itu digunakan untuk menilai dan mengevalusi kinerja anggota. Sehingga, jika STR diberlakukan seumur hidup, pengurus organisasi tidak dapat mengawasi kinerja secara berkala.
“Adanya STR anggota itu tidak main-main dan seenaknya sendiri. Sehingga kualitas pelayanan kita bisa terukur melalui registrasi dan SIP. Ini salah satunya,” tandas Daniel.
Untuk itu, koalisi organisasi profesi kesehatan se-Mojokerto menuntut dan mendesak agar RUU Kesehatan Omnibus Law dikeluarkan dari daftar prioritas prolegnas.
“Kita menuntut agar UU Praktek Kedokteran, UU Keperawatan, UU Kebidanan, saat ini tetap dipertahankan sampai ada kajian akademis yang baik dan melibatkan semua organisasi profesi kesehatan dalam menyusun RUU Kesehatan yang baru,” pungkasnya. (Roe)