Lenterainspiratif.id | Halsel – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Maluku Utara mengecam kebijakan Kepala Desa Ngute-Ngute, Kecamatan Kayoa Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Muin Abdurahim, yang diduga kuat telah menyalahgunakan kewenangannya dalam penyaluran bantuan bodi fiber yang bersumber dari Dana Desa (DD) Tahun Anggaran 2023.
Ketua LBH Ansor Maluku Utara, Zulfikran Bailussy, dalam pernyataan resminya menilai bahwa praktik seperti ini adalah bentuk penyimpangan kebijakan publik dan pelanggaran serius terhadap asas keadilan dan transparansi pengelolaan Dana Desa sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
“Dana Desa bukan milik kepala desa, bukan pula hadiah untuk para staf dan aparat yang sudah bergaji. Dana itu hak masyarakat miskin dan kelompok rentan, terutama nelayan kecil yang seharusnya menjadi prioritas penerima manfaat,” tegas Zulfikran, Selasa (28/10/2025).
Menurut Zulfikran, hasil investigasi yang menunjukkan bahwa bantuan bodi fiber justru diterima oleh staf pemerintah desa dan anggota BPD, jelas merupakan bentuk konflik kepentingan (conflict of interest) dan melanggar prinsip prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana diatur dalam Pasal 19 dan Pasal 20 Permendesa PDTT Nomor 7 Tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa.
“Pasal 19 jelas menegaskan bahwa Dana Desa diprioritaskan untuk pemulihan ekonomi masyarakat desa, salah satunya melalui penguatan usaha ekonomi produktif warga miskin dan rentan. Ketika justru diberikan kepada perangkat yang bergaji tetap, maka secara hukum itu dapat dikategorikan sebagai perbuatan menyimpang dan berpotensi melanggar unsur Pasal 3 Undang-Undang Tipikor,” jelasnya.
Ketua LBH Ansor juga menilai bahwa pengambilan keputusan tanpa melalui Musyawarah Desa (Musdes) merupakan pelanggaran terhadap Pasal 80 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mewajibkan setiap keputusan strategis, termasuk penetapan penerima manfaat program desa, dibahas dan disepakati melalui forum Musdes yang melibatkan seluruh unsur masyarakat.
“Kepala Desa tidak bisa seenaknya mengganti Musdes dengan rapat internal. Itu bentuk kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a dan b UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” tambahnya.
Lebih lanjut di katakan, LBH Ansor Maluku Utara juga mendesak Inspektorat Kabupaten Halsel, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), serta Kejaksaan Negeri Halmahera Selatan untuk segera melakukan audit investigatif dan penyelidikan hukum terhadap dugaan penyimpangan Dana Desa di Ngute-Ngute.
“Ini bukan sekadar kesalahan administratif, tapi indikasi kuat adanya penyalahgunaan anggaran publik. Jika terbukti, maka dapat dijerat dengan Pasal 3 dan 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegasnya.
Ia menilai, kecenderungan Kepala Desa menjadikan bantuan publik sebagai alat politik dan loyalitas merupakan penyakit lama dalam birokrasi desa yang harus segera diberantas.
“Tuduhan bahwa kritik masyarakat adalah bagian dari ‘lawan politik’ menunjukkan mental kekuasaan yang anti-transparansi. Kepala Desa seharusnya menjadi pelayan masyarakat, bukan penguasa kecil di tingkat lokal,” ujarnya dengan nada tegas.
Di akhir pernyataannya, LBH Ansor Maluku Utara menyampaikan bahwa pihaknya siap memberikan pendampingan hukum kepada masyarakat Desa Ngute-Ngute yang merasa dirugikan atas kebijakan tersebut, termasuk melaporkan secara resmi ke Kejaksaan Tinggi Maluku Utara bila hasil audit nanti menunjukkan unsur pidana korupsi dalam penggunaan Dana Desa.
“Kami akan kawal kasus ini sampai tuntas. Tidak boleh ada lagi desa yang menjadikan Dana Desa sebagai bancakan elit lokal. Uang rakyat harus kembali kepada rakyat,” tutup Zulfikran Bailussy. (TT).













