Budaya

Kisah Dibalik Monumen Buaya Putih Di Simpang Tiga Kedungsari

×

Kisah Dibalik Monumen Buaya Putih Di Simpang Tiga Kedungsari

Sebarkan artikel ini
Buaya putih
Monumen Buaya Putih di simpang tiga Desa Kedungsari, Kemlagi, Mojokerto

Buaya putih
Monumen Buaya Putih di simpang tiga Desa Kedungsari, Kemlagi, Mojokerto

Lenterainspiratif.id | MOJOKERTO – Monumen Buaya Putih yang berada di Simpang Tiga Dusun Kemiri, Desa Kedungsari, Kecamatan Kemlagi, Mojokerto, ternyata memiliki kisah menarik dibaliknya.

Bukan tanpa sebab, ternyata pembangunan monumen ini merupakan bentuk penghormatan para leluhur terhadap sosok yang sudah membantu para warga ketika terjadi malapetaka pada zaman lampau di sekitar.

Kepala Desa Kedungsari Suryadi menceritakan, Dalam sejarahnya wilayah ini dulunya bernama Kedungsoro yang terdapat penunggu bernama cik soro yang berupa buaya putih. Setelah tahun 1981, nama Kedungsoro di rubah menjadi wilayah yang lebih dikenal dengan nama kedungsari.

Tradisi dan kebudayaan yang terdapat dari zaman dahulu tetap di lestarikan dalam bentuk ruwat desa yang dilaksanakan setiap setahun sekali dengan mengadakan pagelaran wayang kulit dengan meminjam alat-alat gamelan dari sosok buaya putih.

“Namun pada suatu saat gamelan yang di pinjami oleh beliau di curi oleh orang yang tidak bertanggung jawab sehingga beliau tidak mau lagi meminjami alat gamelan tersebut” tambah Suryadi.

Pembangunan Monumen Buaya Putih dilakukan sebagai penghormatan terhadap sosok tersebut yang menempati daerah tersebut dan membantu serta memberi perlindungan kepada warga desa Kedungsari dari malapetaka dan marabahaya.

Monumen yang dibangun pada Februari 2019 dengan luas sekitar 60 meter persegi dan menggunakan anggaran sekitar 80 juta rupiah di bangun dengan tenaga warga lokal di daerah Kedungsari, kemlagi.

Suryadi menambahkan, selain tempatnya yang strategis karena berada di persimpangan jalan, pemilihan tempat mendirikan monumen ini adalah untuk menggunakan lahan yang kosong di daerah kedungsari agar tidak dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Karena pandemi covid-19 pembangunan serta perbaikan terhadap Monumen Buaya Putih tidak dapat dilaksanakan, karena dana yang di berikan oleh pemerintah di prioritaskan untuk membantu para warga yang kesusahan akibat pandemi” tukas Suryadi.

Lebih lanjut, Suryadi mengatakan monumen tersebut berada di jalan penghubung antar kabupaten Mojokerto – Jombang tepatnya di jalur utara sungai Brantas.

Jalur ini adalah salah satu jalur ramai yang berada di Jawa Timur karena menjadi jalur para pekerja dari arah Kediri dan sekitarnya menuju ke Gresik dan sekitarnya.

“Walaupun jalurnya ramai dan setiap orang mengetahui monumen tersebut, tetapi banyak yang belum tau asal-usul berdirinya Monumen Buaya Putih di daerah Kedungsari, Kemlagi,” pungkasnya.
(David)

Print Friendly, PDF & Email