DaerahHukum

Kekerasan di Ponpes Amanatul Ummah, Putusan Hakim dan Tuntutan Jaksa Terhadap Pelaku Sama

×

Kekerasan di Ponpes Amanatul Ummah, Putusan Hakim dan Tuntutan Jaksa Terhadap Pelaku Sama

Sebarkan artikel ini
Kasus Kematian Santri, Ponpes Mojokerto
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Kabupaten Mojokerto, Ivan Yoko Wibowo

Kasus Kematian Santri, Ponpes Mojokerto
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Kabupaten Mojokerto, Ivan Yoko Wibowo

Lenterainspiratif.id | Mojokerto – Keputusan hakim untuk menjatuhi hukuman 3 bulan pidana pembinaan atas lima pelaku kekerasan di Pondok Pesantren (Ponpes) Amanatul Ummah Pacet, Mojokerto rupanya sudah sesuai dengan tuntutan yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri (Kasi Pidum Kejari) Kabupaten Mojokerto, membenarkan jika majelis hakim telah menjatuhi hukuman terhadap lima pelaku kekerasan santri Ponpes Amanatul Ummah ini dengan Pasal 80 UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Vonis yang digedok dalam sidang yang berlangsung di Ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Senin (25/4/2022) siang hari, sudah sesuai dengan tuntutan Jaksa.

“Ya, Keputusan Hakim dalam sidang tadi sama dengan apa yang dituntutkan jaksa,” ucap Ivan Yoko saat ditemui lenterainspiratif.id di kantornya.

Ivan juga mengungkapkan, selain menjalani pidana pembinaan selama tiga bulan di Lembaga Kemasyarakatan Sementara Anak (LKSA) di Pacet, ke lima pelaku juga bakal menerima pelatihan selama tiga bulan.

“Mereka akan menerima pelatihan emosional, kerja, dan segala sesuatunya agar anak ini tidak melakukan pidananya lagi,” jelas Ivan.

“Jadi pidana pokok 3 bulan dan pidana tambahan (pelatihan kerja) juga sama 3 bulan,” tukasnya.

Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Sunoto memutuskan jika para pelaku ini terbukti bersalah melakukan tindak kekerasan terhadap GTR (14) hingga membuatnya meninggal. Sunoto pun memberikan hukuman kelima anak tersebut dengan hukuman pidana pembinaan di dalam lembaga.

Kabar tersebut dibenarkan Kuasa hukum para pelaku Ahmad Muhlisin membenarkan hal tersebut. Sesuai dengan sistem peradilan anak, jika para pelaku kekerasan terhadap GTR ini tidak dipidana penjara melainkan hukuman pembinaan.

“Jadi para pelaku ini tetap bisa melanjutkan pendidikannya,” ucapnya kepada awak media seusai persidangan.

Lebih lanjut, Muhlisin juga memaparkan jika para pelaku ini akan menjani pembinaan di LKSA Pacet selama tiga bulan.

“Bukan berarti bebas, para pelaku tetap diproses pidana berupa pembinaan di Vila Yatim Sejahtera, Pacet. Disini nanti pelaku juga mendapatkan pelatihan kerja selama tiga bulan,” tukasnya.

Kasus ini terungkap saat orang tua GTR menemukan kejaganggalan dalam kematian anaknya di Pondok Pesantren di Mojokerto pada Kamis 14 Oktober 2021. Ayah korban beranggapan jika putranya meninggal karena dianiaya.

Setelah melalui proses penyidikan, sebanyak lima santri Pondok Pesantren (Ponpes) di Mojokerto diserahkan penyidik ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Selasa (25/1/2022).

Berkas perkara kasus yang menewaskan Santri asal lamongan ini sudah dinyatakan lengkap oleh Kejari pada 6 Januari kemarin.

Sebanyak lima santri yang masih dibawah umur ini, ditetapkan sebagai pelaku penganiayaan yang terjadi pada 13 Oktober 2021 ini. (Diy)