Lenterainspiratif.com | Mojokerto – Macetnya kasus investasi bodong PT RHS di Polresta Mojokerto membuat sejumlah korban merasa geram, lantaran sudah satu tahun masih pada tahap proses dan terkesan kurang berkembang.
Kegeraman kuasa hukum dan korban akan kinerja pihak kepolisian semakin menjadi lantaran direktur utama PT RHS Ainur Rofiq yang meski sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak Agustus lalu hingga kini belum ada penahanan oleh pihak berwajib.
“Kita bertanya-tanya kinerja pihak kepolisian. Sudah ditetapkan tersangka namun tidak ditahan meski penahanan wewenang penyidik. Kita melihat seakan-akan pihak kepolisian berat sebelah,” tutur kuasa hukum korban PT. RHS, Tuty Laremba, Kamis (22/10/2020)
Untuk itu ia bersama perwakilan korban investasi bodong PT RHS Group kembali mendatangi Polres Mojokerto Kota. Mereka menanyakan perkembangan penanganan kasus yang dinilai terlalu lama dan berbelit.
“Polisi silakan terbuka saja, apa kasus ini kategori sulit, sedang atau mudah. Kalau dianggap sulit kita mendesak agar di supervisi ke Polda Jatim atau Mabes Polri itu lebih baik. Tapi yang terjadi sekarang malah seakan dipersulit,” kritiknya.
Tuty menjelaskan ketidakprofesionalan Polresta Mojokerto semakin terlihat ketika tidak ada progres berarti terkait kasus yang mengakibatkan kerugian korban mencapai miliaran itu.
“Bayangkan saja kasus ini masuk Oktober 2019 sampai Agustus 2020 tak ada gelar perkara. Ketika kita mengirim surat meminta gelar perkara, dua minggu setelahnya ada gelar perkara yang menetakan Rofiq (Ainur Rofiq,red) tersangka. Namun, meski sudah tersangka dia masih berkeliaran kan aneh. Padahal sudah ada dua alat bukti yang cukup. Ada apa ini di kepolisian Mojokerto Kota,” urainya.
Menurutnya beberapa kali pihak korban di mintai keterangan oleh penyidik untuk melengkapi BAP. Bahkan, lanjutnya saat ini status kasus ini masih P-19.
“Ini aneh lagi korban selalu di BAP, bahkan ini tadi P-19. Katanya butuh auditor padahal harusnya tidak perlu itu, ini bukan kasus TPPU ini kasus 378 biasa,” terangnya.
Agar segera ada kejelasan dalam waktu dekat, lanjut Tuty pihaknya akan berkirim surat ke Polda Jatim agar kasus ini segera diambil alih.
“Kalau melihat lamanya harusnya segera di supervisi ke tingkat lebih tinggi karena menurut kami kasus ini tergolong sulit bagi setingkat Polres. Kita akan meminta diambil alih,” tegasnya.
Dari pantuan di lapangan sekitar delapan orang perwakilan korban investasi bodong ini mendatangi Mapolres Mojokerto Kota, Jalan Bhayangkara, sekitar pukul 14.00 WIB. Mereka langsung menuju ke gedung Satreskrim di bagian belakang kompleks Mapolres.
Seperti diberitakan sebelumnya, sebanyak 109 orang yang menanamkan modalnya di PT RHS Group melapor ke Polres Mojokerto Kota. Mereka merasa tertipu karena bagi hasil 5 persen oleh PT RHS hanya berjalan beberapa bulan. Selain itu, modal yang mereka tanamkan dengan nilai total Rp 7 miliar tak juga dikembalikan.
Sementara pihak yang dilaporkan adalah Direktur Utama PT RHS Group Ainur Rofiq, Kepala Cabang PT RHS Mojokerto Dwi Sanyoto, serta Tim 9 yang juga Divisi Sosial PT RHS Cabang Mojokerto.
Dana puluhan miliar rupiah itu diduga mengalir ke rekening Direktur Utama PT RHS Group M Ainur Rofiq yang berdomisili di Blitar. Investasi itu diputar dalam bisnis 8 toko bahan bangunan di Blitar dan Kediri serta pengembangan Waterpark Chenoa.
Selain memberi bagi hasil 5 persen setiap bulan kepada para investor, PT RHS Group juga memberi bonus 5 persen kepada setiap investor yang berhasil mengajak penanam modal baru. Bonus itu diberikan satu kali. Namun bagi hasil 5 persen mandek sejak April 2018. (roe)