LenteraInspiratif.id | Mojokerto – Acim Dartasim (50) Eks pejabat Pemkot Mojokerto dituntut 3,5 tahun lantaran melakukan jual beli tenaga honorer. Mantan kepala bagian organisasi setdakot dalam melancarkan aksi penipuan ini selama 2021 silam.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kota Mojokerto Agung Setyolaksono Armojo mengatakan, pembacaan tuntutan ini dilakukan di PN Mojokerto pada, Selasa (28/3/2023) sekitar pukul 17.00 WIB. Acim disebut telah terbukti melanggar Pasal 378 KUHP juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1.
“Jadi (pembacaan tuntutan) kemarin sekitar pukul 17.00 WIB, kami tuntut 3 tahun 6 bulan,” ucap Agung saat dikonfirmasi LenteraInspiratif.id pada, Rabu (29/3/2023).
Dalam pasal 378 menjelaskan jika tersangka penggelapan diancam pidana maksimal 4 tahun penjara. Kasipidum Kejari Kota Mojokerto Nurdhina Hakim mengatakan, adanya pemberatan di pasal 64 dan 55 membuat pihaknya memberikan tuntutan yang tingggi, yakni 3,5 tahun.
“Selain itu tersangka tidak membayar ganti rugi,” jelasnya.
Sebelumnya, Acim Dartasim (50) ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penipuan recruitmen tenaga honorer di lingkup Pemkot Mojokerto. Dirinya telah dilimpahkan ke Kejari Kota Mojokerto pada, Senin (9/1/2023).
Awalnya, Acim berencana membuka sub bagian Klinik Pelayanan Publik di Organisasi dan Tata Laksana (Ortala) yang saat ini berganti menjadi Organisasi Sekretariat Daerah. Kemudian, dirinya meminta tenaga staf ke Walikota Mojokerto Ika Puspita Sari.
Namun Ibu Wali tidak setuju dengan penambahan staf, dirinya menyarankan untuk rekruitmen tenaga honorer saja. Acim menyampaikan jawaban Walikota ini ke saksi berinisial RD, BS, SL dan KR. Kemudian pada bulan Agustus sampai April 2022, terdakwa membuka recruitmen tenaga honorer. Sebanyak 10 orang mendaftarkan diri, diantaranya berinisial YV, MA, MRA, FIR, AWR, AS, SI, CR, TR, dan PR.
Para korban ini diminta membayar sejumlah uang agar diterima menjadi tenaga honorer. Ferdi merinci, korban YV, SI dan CR diminta uang Rp 70 juta. Sedangkan korban FIR, AWR, TR dan PR Rp 40 juta. Korban MRA diminta uang Rp 45 juta sementara AS diminta Rp 50 juta. Sehingga jika diakumulasi, total kerugian mencapai Rp 455 juta.
Uang itu diserahkan ke terdakwa melalui RD, BS, SL atau KR. Sedangkan RD memotong 20 persen kemudian diserahkan ke terdakwa. (Diy)