Lenterainspiratif.id | Jakarta – Hingga kini mayoritas warga net masih dibuat sibuk memperbincangkan kisah ghosting antara Felicia Tissue dan Kaesang Pangarep. Namun terlepas dari kisah asmara itu, ghosting atau hilang mendadak menjadi salah satu penyebab seseorang merasakan patah hati, dimana seseorang ditinggalkan oleh pasangannya begitu saja tanpa adanya komunikasi yang baik.
Psikolog klinis Anastasia Sari Dewi, founder pusat konsultasi Anastasia and Associate, menyebut ghosting adalah salah satu indikasi toxic relationship. Baik yang perlahan-lahan menghilang tanpa kabar, didiamkan sementara waktu, atau yang mendadak hilang untuk selamanya.
“Secara umum, dampaknya tentu banyak korban yang menjadi insecure, trust issue. Trauma tentu saja ada. Tapi apakah bertahan secara lama atau nggak? Kemudian bentuknya, takut menjalin hubungan baru atau berani menjalin hubungan dengan trust issue yang besar,” terangnya, Kamis (27/5/2021).
Anastasia menilai, damapk ghosting dapat berbeda-beda pada setiap orang. Bagi pasangan yang sudah membicarakan sebuah pernikahan dan ditinggal begitu saja mungkin akan sangat menyakitkan dan memberikan dampak yg besar.
Atau pada pasangan banyak tersorot publik, ekspektasi tentang hubungan mereka bisa menimbulkan beban yang lebih berat pada korban ghosting.
“Tergantung ketahanan toleransi stres korban dan kemampuan korban menilai atau menangkap nilai yang bisa dia ambil dari kejadian yang dia alamin. Kedekatan dia dengan pelaku ghosting, sejauh apa, serta tahapan-tahapan apa saja yang sudah ia lalui bersama pasangannya,” jelasnya.
“Tentu ada kecemasan, depresi seperti perasaan diabaikan saat dia di-ghosting itu juga ada kaitan dengan harga diri. Apakah aku ini merasa berharga , layak diperlakukan demikian atau tidak,” lanjutnya.
Hal serupa juga di ungkapkan oleh psikolog dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Anna Surti Ariani, ia mengatakan, digoshting dapat memicu emosi negatif pada korban.
“Terkadang korban juga jadi menyalahkan diri sendiri, bahkan merasa dirinya buruk dan gagal. Jika ia tak menyadari ini dan terus terpuruk dalam hal ini maka berisiko depresi. Kadang jadi ada dampak untuk relasi dengan orang lain, misalnya jadi cenderung merasa lebih sulit untuk percaya pada orang lain,” katanya. ( tim )