
Tulungagung | Lenterainspiratif.id – Harga cabai yang menurun drastis hingga kisaran Rp 4000 per kilogram, membuat Suyono (45) petani cabai di Desa Bendosari, Kecamatan Ngantru enggan memanen tanaman cabai miliknya.
Bahkan lahan seluas setengah hektar cabai merah keriting yang sudah memerah dibiarkan mengering di pohonnya.
“Kalau Rp 4000 malah rugi untuk upah memetik. Untuk sarapan (buruh petik) sudah rugi,” ucap Suyono.
Biasanya ketika cabai sudah siap panen para petani akan segera memanen nya untuk mengantisipasi kerusakan tanaman. Namun kali ini dibiarkan begitu saja.
“Kalau kondisi normal harga setidaknya Rp 30.000 per kilogram. Sekarang turunnya terlalu banyak,” sambung Suyono.
Sebelumnya harga cabai sempat turun Rp 16.000 per kilogram, lalu anjlok hingga Rp 4.000 per kilogram. Situasi ini terjadi sejak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, awal Juli 2021.
Cabai yang biasanya dikirim hingga ke Jakarta, akhirnya tertahan karena sedikit angkutan yang masuk ke Jakarta.
“Angkutan cabai juga terpengaruh PPKM, hanya sedikit yang bisa masuk,” keluh Suyono.
Turunnya harga cabai juga dipicu jumlah warung makan yang buka juga turun drastis selama PPKM Darurat hingga Level 4.
Hal tersebut yang akhirnya membuat permintaan cabai juga turun drastis. Padahal harga batas bawah agar bisa balik modal sekitar Rp 10.000 per kilogram.
Agar tidak terus merugi, Suyono berencana membongkar tanaman cabai miliknya dan lahan tersebut akan ditanami palawija.
“Sebelum PPKM harganya stabil. Begitu PPKM darurat, harga langsung terjun,” katanya.
Diketahui, Wilayah Kecamatan Ngantru, termasuk Bendosari menjadi sentra sayur mayur, termasuk cabai. Jika harga sangat mahal, petani menjaga tanamannya saat malam hari. ( ji )












