Lenterainspiratif.id | MOJOKERTO – Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Budi Artha diterpa isu miring menilap uang simpanan anggotanya. Dugaan tersebut mencuat saat para pensiunan guru anggota koperasi mengaku tidak bisa mencairkan Sisa Hasil Usaha (SHU) miliknya. Hal ini membuat pengacara koperasi angkat bicara.
Bantahan tersebut disampaikan oleh Kuasa Hukum KPRI Budi Artha, Alex Askohar. Dirinya mengatakan jika uang di KPRI Budi Artha ini dibuat simpan pinjam antar anggota.
“Jadi tidak digelapkan, melainkan uang di koperasi ini diputar. Ada yang nyimpan ada yang pinjam,” ucap Alex saat ditemui wartawan, Kamis (12/5/2022).
Meski begitu, Alex mengakui jika ada dana koperasi yang nyangkut sebesar Rp 4,5 miliar. Hal ini disebabkan banyaknya anggota KPRI Budi Artha yang tidak mengembalikan uang pinjaman.
“Sekitar 70 anggota yang tidak bayar dan nominalnya banyak yang diatas Rp 100 juta,” ungkap Alex.
Alex berencana untuk mensomasi para anggota yang belum membayar uang pinjaman ini. Hal ini dilakukan sebagai upaya pengembalian uang koperasi.
“Tapi sebelum somasi kami akan audiensi dengan dinas terkait terlebih dahulu,” paparnya.
Adapun bagi anggota yang mengalami kesulitan mengambil uang simpanannya, Alex bersedia memfasilitasi para pensiunan guru ini untuk mencairkan uang SHU.
“Kami akan menemui para anggota koperasi yang kemarin sempat resah. Kami tetap mengusahakan jalur damai,” tukasnya.
Dalam pemberitaan sebelumnya, salah satu pengurus Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Budi Artha diduga tilap uang simpanan anggotanya.
Dugaan tersebut terungkap saat anggota KPRI Budi Artha bernama Nanik Kusmiati meminta uang simpanannya kepada salah satu pengurus KPRI bernama Wahyu Widyowati alias Yayuk. Hanya saja, Yayuk enggan memberikan uang terebut dengan alasan harus mengantri terlebih dahulu.
Pensiunan Guru asal Kecamatan Bangsal ini menyebutkan jika pembayaran uang simpanan ini dipotong dari gajinya sejak tahun 1998. Nanik memperkirakan total uang yang terkumpul dari tarikan simpanan ini mencapai Rp 16 juta per orang/anggota.
“Bayar iuran ini sejak KPRI berdiri (1998). Awalnya sekitar Rp 30 ribu lalu pada tahun 2015 naik menjadi Rp 100 ribu rupiah,” sebutnya.
Saat ini, sebanyak 70 guru menuntut uang simapanan mereka segera dikembalikan. Meski begitu, menurut Nanik korban kasus ini masih banyak. Pasalnya anggota dari KPRI Budi Artha saat ini diperkirakan hampir mencapai 1000 orang. (Diy)