Lenterainspiratif.id | Mojokerto – Mantan Kepala Desa Sumbersono, Kecamatan Dlanggu Trisno Hariyanto (37) dijebloskan penjara oleh Kejari Kabupaten Mojokerto lantaran mendirikan bangunan di atas Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Kebijakannya untuk membangun BUMDes berupa pusat oleh-oleh itu dinilai salah tempat hingga merugikan negara sebesar Rp797 juta.
Pemeriksaan Trisno sebagai tersangka baru dilakukan Kejari Mojokerto pada, Rabu (19/10/2022). Kades Sumbersono periode 2013-2019 dicecar pertanyaan oleh penyidik dari Seksi Pidana Khusus sejak pukul 11.00 WIB.
Setelah menjalani pemeriksaan selama 4 jam, Trisno dengan memakai rompi orange langsung dibawa ke Lapas Kelas IIB Mojokerto.
Kepala Kejari Kabupaten Mojokerto Gaos Wicaksono mengatakan, Trisno Hariyanto telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan pidana korupsi pembangunan BUMDes di atas TKD di Dusun Pekingan, Desa Sumbersono tahun 2018-2019
Gaos menjelaskan berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Mojokerto pada 3 Oktober 2022, perbuatan Trisno mengakibatkan kerugian negara Rp 797.774.000. Tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Perbuatan tersangka dalam pembangunan BUMDes tidak sesuai dengan mata anggaran dalam APBDes Sumbersono dan tidak ditemukan data dukung pertanggungjawabannya. Sehingga sudah sepatutnya TH menjadi tersangka,” katanya kepada wartawan di kantornya, Jalan RA Basuni, Sooko, Rabu (19/10/2022).
Selain itu, Kasipidsus Kejari Kabupaten Mojokerto Rizky Raditya memaparkan, Trisno disebut merugikan negara hampir Rp 800 juta. Dalam cerita yang disampaikan Rizky, awalnya tersangka mengalokasikan anggaran di APBDes Sumbersono tahun 2018 sebesar Rp400 juta untuk pemeliharaan BUMDes. Namun, anggaran tersebut tidak ia serap sama sekali.
Setelah tidak berhasil diserap, Trisno kembali memasukkan dana Rp 400 juta itu kembali ia anggarkan di APBDes Sumbersono tahun 2019. Selain itu, Trisno juga menambah anggaran Rp 400 juta tahun 2019 untuk proyek yang sama. Sehingga total anggaran untuk pemeliharaan BUMDes tersebut Rp 800 juta. Padahal, ketika itu BUMDes berupa bangunan pusat oleh-oleh belum ada.
“Mata anggarannya untuk pemeliharaan BUMDes, bukan pembangunan BUMDes. Padahal, BUMDes belum ada. Seharusnya mata anggarannya pembangunan, bukan pemeliharaan. Pemeliharaan itu tepat kalau bangunan sudah ada dan butuh dipelihara,” terangnya.
Pembangunan pusat oleh-oleh sebagai BUMDes Sumbersono, lanjut Rizky memang direalisasikan di tahun 2019. Namun, pusat oleh-oleh yang menelan dana Rp 800 juta itu dibangun Trisno di tempat yang salah, Yaitu di atas tanah kas desa (TKD) Sumbersono yang berstatus lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). Selain itu, proyek pembangunan BUMDes di Dusun Pekingan itu juga tanpa laporan pertanggungjawaban.
“TKD tersebut merupakan lahan LP2B. Untuk pengalihfungsiannya harus ada persetujuan Bupati, itu tidak dilalui oleh tersangka. Padahal sudah pernah diingatkan pemerintah kecamatan, pemda juga bahwa TKD itu LP2B. Namun, tersangka tidak mengindahkan,” ungkapnya.
Rizky menuturkan berdasarkan pasal 50 ayat (1) dan (2) UU RI nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan LP2B, TKD Sumbersono yang digunakan Trisno membangun pusat oleh-oleh harus dikembalikan fungsinya seperti semula sebagai lahan pertanian. Aturan inilah yang membuat pembangunan BUMDes tersebut merugikan negara Rp 797.774.000.
Sebab otomatis gedung pusat oleh-oleh yang telah dibangun Trisno tahun 2019 lalu harus dibongkar selama lahan itu masih berstatus LP2B. Sampai saat ini bangunan tersebut belum pernah difungsikan atau dibiarkan kosong.
“Jadi, salah tempat membangunnya, syarat-syaratnya (pengalihan fungsi LP2B) tidak dipenuhi semua,” pungkasnya. (Diy)