LenteraInspiratif.id | Mojokerto – Wacana penerapan sistem proporsional tertutup menjadi perbincangan hangat dalam kancah politik nasional menjelang Pemilu 2024. Rupanya, sistem pemilihan ini pernah diberlakukan saat orde baru (orba).
Ketua KPU Kabupaten Mojokerto Muslim Bukhori menjelaskan, dalam sistem proporsional tertutup masyarakat tidak lagi bisa memilih calon legislatif. Sebab yang terpampang dalam surat suara hanya logo partai politik.
“Dalam sistem proporsional tertutup tidak ada lagi nama atau foto caleg, yang ada logo parpol,” kata Muslim kepada LenteraInspiratif.id, Jumat (6/1/2023).
Selanjutnya, KPU akan menghitung perolehan suara parpol di setiap daerah pemilihan (dapil). Dari hasil itu, ditentukan jumlah kursi yang berhasil didapat parpol di dapil tersebut. Kemudian, partai menentukan kadernya untuk menduduki kursi legislatif itu.
“Jadi yang ditugaskan menjadi anggota Dewan itu terserah partai,” jelasnya.
Muslim mengatakan, sistem proporsional tertutup ini pernah berlaku di Indonesia, tepatnya saat zaman orde baru. Waktu itu, masyarakat hanya bisa memilih partai sementara anggota legislatif ditentukan partai.
“Itu pernah berlaku saat orba, tapi sekarang kita menggunakan sistem proporsional terbuka,” tuturnya.
Meski begitu, Muslim menegaskan jika wacana sistem proporsional tertutup dalam pemilu 2024 itu hanya sebatas wacana saja. Sebab hingga saat ini, KPU RI belum memberlakukan kebijakan itu.
“Hari ini (sistem proporsional tertutup) diisukan kembali, ada yang menginginkan ada yang tidak,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU ) RI Hasyim Asy’ari menyebut sistem proporsional tertutup kemungkinan kembali diberlakukan dalam pemilu 2024. Hal itu berdasarkan adanya gugatan di Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Kepemiluan saat ini.
“Jadi, hal itu bukanlah usulan dari KPU melainkan dari kondisi faktual kepemiluan yang terjadi saat ini,” ujar Hasyim Asy’ari pada Kamis 29 Desember 2022.
Selain itu, kata Hasyim, perkiraan kemungkinan pelaksanaan pemilu 2024 dilaksanakan proporsional tertutup tidak terealisasi. Sebab, Hasyim mengatakan hal tersebut bergantung pada putusan MK nantinya yang akan dikeluarkan.
“Diskursus ini berasal dari proses sidang yang berlangsung di MK. Jangan seolah-olah ini merupakan rencana KPU,” ujar dia saat ditemui di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat.