Jawa TimurPeristiwa

Lahan Sawah Hutan Kayu Putih Diminta Perhutani, Ratusan Petani di Dawarblandong Terancam Kehilangan Mata Pencaharian

 

LenteraInspiratif.id | Mojokerto – Ratusan petani di Kecamatan Dawarblandong, Mojokerto terancam kehilangan mata pencaharian. Sebab, Perhutani dikabarkan hendak meminta lahannya di hutan kayu putih yang sudah bertahun-tahun digarap petani.

 

Dari informasi yang didapat, sekitar 90 hektar lahan sawah milik Perhutani diminta kembali. Diantaranya berada di Dusun Banger dan Garung, Desa Bangeran, Dusun Kemuning Desa Brayublandong, Kecamatan Dawarblandong.

 

“Selain di Kecamatan Dawarblandong ada juga di Dusun Bantengan, Desa Bendung dan Dusun Gembol, Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis. Kalau perkiraan lahan yang diminta sekitar 90 hektar,” ucap Imron (30) petani asal Desa Bangeran, Dawarblandong ke LenteraInspiratif.id, Kamis (3/8/2023).

 

Untuk bisa memanfaatkan lahan milik perhutani ini, petani membayar uang pajak antara Rp 1 juta hingga 1,2 juta setiap tahunnya. Uang pajak ini dibayarkan oleh petani di bulan April dan Mei. Kemudian, pihak perhutani memberi semacam surat perjanjian kepada petani.

 

Namun di tahun ini, petani di Dawarblandong dikagetkan dengan kabar penarikan lahan sawah hutan kayu putih. Terlebih lagi, beberapa diantara mereka sudah membayarkan pajak tahunan.

 

“Petani ya kaget soalnya baru kemarin bayar pajak malah sawahnya diminta Perhutani,” tutur Imron.

 

Sementara itu, Budi mengaku jika lahan sawahnya diminta Perhutani. Ia juga sempat diminta menghadiri rapat di balai desa dengan pihak perhutani untuk memberikan sosialisasi rencana penarikan lahan sawah yang dikerjakan petani.

 

“Rapatnya kalau ndak salah hari Rabu, (2/8/2023) waktu itu saya bela-belain gak kerja untuk mengahdirinya,” ucapnya.

 

Dalam rapat tersebut, Perhutani mengatakan jika lahan yang ditarik akan mereka tanami Tebu. Mereka beralasan jika hal ini untuk memenuhi kebutuhan gula nasional.

 

Selain itu, Perhutani juga menegaskan jika keputusan ini bersifat mutlak. Budi mengatakan jika petani yang hadir menolak rencana dari Perhutani. Menurutnya, keputusan itu bisa mematikan mata pencaharian petani yang bergantung dari panen di lahan itu.

 

“Masalahnya yang mengerjakan mereka, bukan petani sini, akhirnya ditolak. Perhutani juga bilang jika keputusan ini tidak bisa diganggu gugat,” tegasnya.

 

 

“Bukannya malah Perhutani yang ngerjakan, kan kasihan petani lain yang hanya mengandalkan hasil sawahnya,” tukasnya.

 

Sementara itu, menurut Amin petani setempat mengatakan jika kabar penarikan lahan hutan kayu putih sudah berhembus sejak lama. Ia mengatakan jika Perhutani sudah memploting sejumlah lahan yang mereka minta.

 

“Sudah ditentukan, jaraknya sekitar 100 meter dari jalan,” jelasnya.

 

Amin menilai kebijakan ini membuat sekitar 100 petani di Dawarblandong terancam kehilangan lahan sawahnya. Menurutnya, seharusnya Perhutani tetap membiarkan petani untuk mengerjakan lahan tersebut. Hanya saja, komoditas yang ditanam yang diganti. Hal itu membuat mata pencaharian petani tidak hilang.

 

“Kabarnya lahannya yang diminta, seharusnya biar petani saja yang mengerjakan. Kalaupun diminta, pasti petani mau (mengganti komoditas) asal masih bisa bercocok tanam,” pungkasnya.

 

Sementara itu, pihak KPH Mojokerto Dwi Wahyono mengatakan, pengambil alih pemanfaatan lahan ini dilakukan untuk penanaman Agroforestry Tebu Mandiri (ATM) . Program ini dilakukan untuk mendukung swasembada gula nasional.

 

“Namanya lahannya pemerintah, kalau diminta ya gimana lagi. Kita harus mengikuti,” ucapnya saat dikonfirmasi lenterainspiratif.id, Kamis (3/8/2023).

 

 

Terkait pembayaran petani untuk memanfaatkan lahan perhutani, Dwi meluruskan jika pembayaran tersebut merupakan masuk dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Uang tersebut merupakan kompensasi pemanfaatan lahan dan tidak mengikat secara periodik.

 

“Artinya pembayaran ini tidak mengikat ke petani agar bisa memanfaatkan (lahan hutan) selama satu tahun. Dan jika negara membutuhkan lahan hutan ya tetap harus disediakan,” paparnya.

 

Dwi menegaskan jika pengambilan lahan hutan ini masih dalam tahap penggodokan dengan masyarakat setempat. Ia tidak menutup kemungkinan petani di Dawarblandong dilibatkan dalam peningkatan produksi tebu.

 

“Prinsip dari perhutani ini, People, Planet, Profit. Jadi kita harus memperhatikan masyarakat sekitar, lingkungan dan juga profit. Artinya tidak menutup kemungkinan kita melibatkan petani,” tukasnya. (Diy)

 

Exit mobile version