Lenterainspiratif.id, MOJOKERTO – Sebanyak lima santri Pondok Pesantren (Ponpes) di Mojokerto diserahkan penyidik ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Selasa (25/1/2022). Mereka diduga melakukan penganiayaan GTR (14) santri asal Lamongan hingga meregang nyawa.
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Kabupaten Mojokerto, Ivan Yoko Wibowo mengatakan jika berkas perkara kasus yang menewaskan Santri asal lamongan ini sudah dinyatakan lengkap oleh Kejari pada 6 Januari kemarin.
Sebanyak lima santri yang masih dibawah umur, ditetapkan sebagai pelaku penganiayaan yang terjadi pada 13 Oktober 2021 ini.
“Empat anak masih berumur 16 tahun, sedangkan satunya menginjak usia satu tahun,” ucapnya pada wartawan di ruangannya, Selasa (25/1/2021).
Adapun para pelaku penganiayaan santri ponpes ini, lanjut Ivan, semuanya berasal dari luar Kabupaten Mojokerto.
“Anak yang berumur 14 tahun ini berasal dari Sumenep, sedangkan lainnya ada yang berasal dari Gresik, Sidoarjo, Surabaya dan Jombang,” paparnya.
Terkait motif penganiayaan ini, Ivan masih belum bisa memastikan. hanya saja informasi yang beredar, GTR dituduh mencuri di lingkungan Pondok Pesantren yang beralamat di Kecamatan Pacet ini.
“Informasi yang beredar, GTR dituduh mencuri. Tapi tidak terbukti, nanti akan kita ungkap di fakta persidangan” ucapnya.
Para pelaku penganiayaan akan dijerat Pasal 80 UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Berhuhung pelaku masih kategori anak, mereka tidak kami tahan,” pungkasnya.
Kasus ini terungkap saat orang tua GTR menemukan kejaganggalan dalam kematian anaknya di Pondok Pesantren di Mojokerto pada Kamis 14 Oktober 2021.
Ayah korban, Miftahul Ulum mengatakan, jika benar putranya meninggal karena dianiaya, hal itu merupakan kelalaian pihak Pondok Pesantren dalam melakukan pengawasan.
“Pertama saya minta keadilan terkait kematian anak saya. Kedua saya menuntut konsekuensi kelalaian pondok terhadap kejadian dan kematian,” ucapnya.
Sementara itu, Iwut Widiantoro selaku pengacara pelaku mengatakan, kematian GTR bukan tidak dikeroyok melainkan diadu bertarung silat (sabung). “tidak dikeroyok, disabung satu lawan satu hanya saja bergilir,” kata Iwut, Sabtu (13/11/2021).
Lebih lanjut, Iwut juga menceritakan kronologis kematian GTR. Peristiwa ini berawal dari korban yang dicurigai mencuri oleh santri lainnya.
“Dari pengungkapan BAP kemarin GTR ini dituduh mencuri, karena santir-santri di Pondok ini banyak yang kehilangan uang,” ucapnya.
Akhirnya, salah satu santri yang berinisial B ingin membuat pelajaran dengan GTR, ia mengajak GTR dan belasan santri-santri lainnya ke salah satu ruangan.
“Jadi bukan dikeroyok, waktu diruangan ini GTR diadu sabung bergantian,” papar Iwut.
Masih kata Iwut, diwaktu sabung dengan santri ke-tiga ini, GTR tumbang setelah dibanting.
“Sabung pertama dan kedua GTR masih bertahan karena yang dilawan teman seangkatan yakni kelas 10, disabung ke-tiga yang dilawan GTR ini kelas 11, akhirnya dia sempat pingsan setelah dibanting dengan posisi kepala mendarat lebih dulu,” jelasnya.