Lenterainspiratif.id | Surabaya – Pengamat Kebijakan Universitas Airlangga (Unai r) Surabaya Gitadi Tegas menyoroti soal Kebijakan pemerintah yang berisi rencana pemungutan pajak sembako hingga sekolah yang tertuang dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
“Secara umum saya sudah mengikuti berita seputar itu. Pada prinsipnya menurut cara pandang saya baik sebagai pengamat kebijakan maupun sebagai warga negara yang care kepada masyarakat luas, PPN yang pembebanannya pada end user atau konsumen terakhir yaitu rakyat jelata, jelas punya pemikiran semacam itu saja menurut saya sudah salah,” kata Gitadi saat di Surabaya, Sabtu (12/6/2021).
Menurut Gitadi kebijakan yang akan dilakukan oleh Pemerintah sangat tidak masuk akal. Pasalnya kebijakan publik harusnya menguntungkan rakyat bukan malah sebaliknya.
“Ide semacam itu sudah salah. Memang, saya ikuti keterangan Bu menteri jika ini masih gagasan awal untuk dilempar ke dewan, tapi bahwa para staf khusus atau staf ahli memiliki pemikiran seperti itu, menurut saya sudah salah kaprah. Dalam artian kebijakan publik didesain based on analisis yang kuat, data yang kuat, dan publik yang harus diuntungkan dalam sebuah kebijakan,” tegasnya.
Tak hanya itu, ia juga menyayangkan bahwa kebijakan tersebut dicetuskan saat pandemi COVID-19. Dimana kondisi ekonomi masyarakat sedang terpuruk.
“Kalau dengan pembebanan itu, jatuhnya kepada konsumen terakhir yaitu rakyat atau siswa, orang tua murid, menurut saya itu kebijakan yang tidak patut. Atau bahasanya kebijakan yang tidak bijak, policy not wise,” kata Gitadi.
“Itu menurut saya, ada ide seperti itu saja sudah tidak pas.. Kita tarik dulu filosofinya. Pembacaan publik ini pasti untuk menambah income negara karena pandemi butuh duit banyak. Yang agak aneh penjelasan staf khusus yang menjelaskan PPN untuk sekolah, asumsinya untuk pemerataan. Nah pemerataan yang bagaimana? Masyarakat awam hanya melihat itu orang beli mobil ratusan juta, pajaknya dikecilin. Tapi justru orang yang mau makan, mau sekolah dipajakin. Orang awam akan membaca seperti itu. Nggak tahu kok aneh tindakan semacam itu,” paparnya.
Selain itu, Gitadi menilai jika pemerintah nekat memberlakukan kebijakan ini, pasti akan menimbulkan gejolak yang besar. Saat ini saja, sudah tercetus penolakan dari sejumlah pihak.
“Tapi tetap saja kalau ujung-ujungnya konsumen terakhir yang terbebani, artinya berasnya naik, sekolah naik, jelas pasti akan menimbulkan gejolak dalam masyarakat. Apa lagi dalam situasi pandemi COVID-19 di mana masyarakat itu mengalami problem pendapatan yang signifikan,” pungkas Gitadi. ( fi )