Lenterainspiratif.com – Membangun ekonomi sebagai basis pergerakan kita itu penting, dari pada terus-menerus terlibat dalam hiruk-pikuk perpolitikan yang masih absurd yang kita sendiri tidak tau arah pergerakan politik itu akan dibawa kemana dan siapa yang akan diuntungkan setelah tujuan politik itu tercapai. Penting bagi setiap pemuda yang sudah sejak awal memiliki cita-cita untuk terlibat secara aktif di partai politik atau organisasi kemasyarakatan untuk juga memikirkan sumber ekonomi-politik sebagai basis perjuangannya sebelum benar-benar memutuskan untuk terlibat dalam politik praktis itu sendiri. Karena akan absurd jika seluruh perjuangan politik kita tidak didukung oleh basis ekonomi yang cukup – yang sumbernya dari rumah atau kantong pribadi kita sendiri.
Pada momentum pesta demokrasi 2019 mendatang, secara politik saya telah memutuskan untuk tidak terlibat dalam setiap proses politik atau kegiatan-kegiatan yang akan mendukung tercapainya tujuan politik itu sendiri. Kesadaran untuk tidak melibatkan diri dalam persoalan politik 2019 mendatang sebetulnya berdasar pada analisa ekonomi-sosial-politik selama terlibat secara aktif dalam konstelasi pemilihan kepala Desa pada agustus lalu di kampung halaman saya, tepatnya di Desa Payaman. Keterlibatan secara langsung dalam pemilihan kepala desa agustus lalu setidaknya memberikan banyak pelajaran tentang apa, siapa, kenapa dan bagaimana mentransformasikan ide-ide strategi dan taktis dalam berpolitik di desa yang dalam praktek lapangannya kita dituntut untuk selalu berpolitik secara santun dan mengedepankan moral-etika dalam bermasyarakat. Dari pengalaman tersebut kemudian ada beberapa catatan khusus yang setikdanya patut menjadi pertimbangan baik untuk diri pribadi ataupun untuk kawan-kawan yang sudah dan baru akan berencana terlibat atau melibatkan diri dalam gelanggan percaturan politik baik ditingkat lokal (desa), daerah, provinsi atau nasional.
Pertama adalah soal kekuatan finansial, kekuatan finansial menjadi salah satu tolak ukur kesiapan kita dalam berpolitik yang dalam kaitannya juga memiliki nilai legitimasi (kekuatan) tersendiri untuk membentuk dan mengarahkan konstituen (pemilih) agar memiliih dan tetap berada dalam satu barisan tim pemenangan kita. Dalam kaitanya, Marx dan Engels dalam buku The German Ideology pun juga pernah menyatakan bahwa Kelas sosial yang memiliki sarana produksi material digenggamannya sesungguhnya pada saat yang sama memiliki kontrol terhadap sarana produksi mental sedemikian rupa. Sehingga berbicara secara garis besar, gagasan orang-orang yang kurang memiliki sarana produksi mental pun tunduk kepadannya. Diakui atau tidak, pengalaman pada pemilihan kepala desa tempo lalu sedikitnya menggambarkan bahwa pengaruh perputaran ekonomi yang hanya dikuasi oleh segelintir individu atau kelompok-kelompok kecil yang kemudian berjejaring dengan kelompok penguasa ekonomi kecil lainya yang kemudian disebut sebagai lingkaran setan antar desa (penjudi di tingkat desa) juga memiliki peran yang sangat signifikan dalam mengendalikan dukungan suara pada calon-calon kepala desa lainnya. Jaringan ekonomi seperti ini pada setiap momentum politik akan terus bekerja dan menghimpun dengan beberapa jaringan ekonomi kecil lainnya, baik untuk kepentingan ekonomi individu ataupun tujuan politik kelompok tertentu.
Kedua adalah modal sosial, salah satu yang patut kita pertimbangkan sebelum memutuskan untuk melibatkan diri atau terlibat dalam gelanggan percaturan politik setidaknya adalah dengan menganalisa dan menguji pertanyaan dasar tentang seberapa banyak orang dan atau masyarakat (keluarga, kerabat, kawan) yang mengenal kita, dan seberapa banyak sumber daya manusia yang berpotensi akan mendukung dan memilih kita, termasuk juga organisasi-organisasi yang berbasis keagamaan di dalamnya. Dalam hal ini, Bourdieu pernah menyatakan bahwa muatan modal sosial yang dimiliki seseorang tergantung dari ukuran jaringan koneksi-koneksi yang dapat dia mobilisasi dan muatan modal ekonomi, kultural, dan simbolik yang dimiliki oleh orang yang menjadi koneksinya yang dengan demikian modal sosial oleh Bourdieu dapat disusun ulang menjadi dua unsur, pertama, hubungan sosial yang memungkinkan individu untuk mengklaim sumber daya sumber daya yang dimiliki secara kolektif. Dan kedua, kuantitas dan kualitas dari sumber daya sumber daya tersebut (Portes, 1998). Dalam prakteknya, teori Bourdieu secara umum menggambarkan peta atau letak basis sumber daya manusia yang berpotensi mendukung arah pergerakan politik kita, dan juga peta dimana letak basis yang sama sekali tidak mendukung pergerakan politik kita (zona merah) .
Ketiga, dukungan politik secara structural dan kultural. Pada point ini, secara umum masyarakat akan memberikan penilain pada tujuan politik kita tentang apakah keterlibatan kita dalam konstelasi politik tersebut bisa dianggap sebagai suatu keterwakilan daripada sikap politik dari salah satu kelompok atau organisasi tertentu? Atau apakah kita akan dianggap sebagai suatu wujud energy-semangat baru yang akan membawa pada suatu perubahan lebih baik yang mampu menjawab problem masyarakat selama ini, dan mampu memberikan solusi terhadap segala persoalan-persoalan yang sedang terjadi di masyarakat kita hari ini. Pengalaman agustus lalu memberikan pelajaran bahwa dukungan atau pilihan politik masyarakat terhadap salah satu calon dapat dilihat dan ditentukan berdasarkan kesamaan sikap politik organisasi tertentu. Berbeda dengan dukungan politik secara kultural masyarakat akan cenderung menentukan sikap dan dukungan politiknya berdasarkan moral-etika dan kualitas kita dalam berpolitik.
Dari catatan diatas inilah kenapa kemudian saya memutuskan untuk tidak terlibat dalam hiruk-pikuk setiap proses politik di 2019 mendatang. Tapi tidak kemudian akan terus absen dari gelanggang perpolitikan, tetapi akan terus untuk meningkatkan kapasitas diri dan menyiapkan instrument-instrumen pendukung lainya untuk mencapai cita-cita politik di tahun 2024 yang akan datang, in sha Allah. Satu hal yang harus kita garis bawahi adalah bahwa untuk mencapai cita-cita politik atau tuntutan-tuntutan yang sifatnya reformis pun kita membutuhkan dukungan modal ekonomi (finansial) sosial-politik yang betul-betul harus kuat. Maka untuk mempersiapkan itu semua tentu harus dengan membangun pondasi ekonomi-sosial-politik yang kuat, apalagi di era digital seperti ini sudah barang tentu menjadi suatu keharusan bagi setiap pemuda-pemudi yang masih memiliki cita-cita besar untuk perubahan dan kemajuan desa, bangsa dan negara ini.
Penulis : Firman Haqiqi, S.Sos
Editor : Didit Siswantoro