DaerahJawa Timur

Karena Fraud, BPRS Mojokerto Sulit Cairkan Deposito Nasabah

Sulit Cairkan Deposito di BPR Syariah, Silakan Mengadu Di Posko Komisi II DPRD Kota Mojokerto
Anggota Komisi II DPRD Kota Mojokerto
Sulit Cairkan Deposito di BPR Syariah, Silakan Mengadu Di Posko Komisi II DPRD Kota Mojokerto
Anggota Komisi II DPRD Kota Mojokerto

lenterainspiratif.id | Mojokerto – Salah satu sebab Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Kota Mojokerto sulit mencairkan dana nasabah adalah fraud ditambah pertengahan tahun 2020 lalu banyak nasabah secara beruntun menarik deposito mereka, hal ini yang membuat likuiditas BPRS terganggu.

Fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi Bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan Bank dan/atau menggunakan sarana Bank sehingga mengakibatkan Bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian.

Menurut Ketua Komisi 2, Riski Fauzi pihaknya mendapat laporan puluhan orang kesulitan menarik tabungan dan deposito mereka. Ia menduga BPR Syariah kesulitan mencairkan dana nasabah yang jumlahnya diduga miliaran rupiah itu lantaran adanya fraud di internal bank.

“Sebenarnya kita juga bingung nilai aset mereka (BPRS,red) mencapai 150 miliar tapi kenapa kesulitan mencairkan tabungan dan deposito nasabah,” katanya, Sabtu (29/5/2021).

Untuk itu ia membuka posko aduan nasabah, nantinya lanjut Riski posko ini sebagai pintu masuk untuk mengetahui permasalahan yang sebenarnya terjadi di BPRS itu. Bahkan, tak menutup kemungkinan akan ada hearing bahkan jika perlu sampai membentu pansus.

“Posko ini untuk mendapatkan data sebanyak-banyaknya dari nasabah sehingga kita bisa tau kejelasan yang terjadi,” ujarnya.

Lebih lanjut politisi asal PDIP itu mengatakan pihanya juga telah mendapat info jika BPRS tak sanggup membayar bunga deposito yang merupakan hak nasabah.

“Kalau dilihat lebih dalam, BPRS yang selama ini nampak sehat, berkembang dan memiliki aset yang banyak ternyata menyimpan masalah. Jangankan mencairkan deposito, membayar bunga deposito milik nasabah saja mereka tidak bisa,” terangnya.

Padahal lanjut Riski sebagai bank dengan embel-embel syariah, membayar bunga merupakan kewajiban. Lantaran sebelum membuka deposito nasabah dan pihak bank sudah membuat akad.

“Sesuai ketentuan perbankan syariah, bunga itu harus dibayar beda dengan bank konfesional yang bunga bank itu fluktuatif mengikuti suku bunga. Kalau syariah harus dibayar karna ada akad,” jelasnya.

Ia menduga berdasarkan hasil audit BPKP Jatim, banyaknya froud diinternal menjadi salah satu masalah. Selain itu, ia mendapat info jika pada pertengahan tahun 2020 lalu banyak nasabah secara beruntun menarik deposito mereka, hal ini yang membuat likuiditas BPRS terganggu.

“Ada info juga kalau di BPRS banyaknya kredit macet yg meningkat. Banyak sekali pinjaman atau kredit ke nasabah nilainya tinggi bahkan terlalu tinggi ada yang mencapai Rp 2 miliar sampai 9 miliar. Ini yang menjadi salah satu penyebab,” tegasnya.

Untuk itu, ia sebagai wakil rakyat yang memiliki fungsi pengawasan ingin mengetahui akar masalah yang terjadi di BPRS.

“Padahal tiap tahun dapat suntikan penyertaan modal dari APBD. Untuk tahun ini nilainya Rp 5 miliar,” pungkasnya. (roe)

Exit mobile version