Lenterainspiratif.com Ternate – Dalam Dekade Terakhir ini dikagetkan kondisi daratan dan perairan Provinsi Maluku Utara, yang digempur habis-habisan oleh Aktifitas industri ekstra aktif, mulai dari pertambangan, perkebunan kelapa sawit, hingga hutan tanaman industri, yang berakibat kepada para petani dan nelayan tergerus oleh ekspansi industri ektraktif.
Wakil Ketua Umum III Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND) Syamsudin Saman, Sabtu (14/03/2020), menyampaikan, bahwa dalam dekade terakhir dikagetkan dengan kondisi yang sangat memperhatinkan daratan dan perairan Maluku Utara tengah digempur habis-habisan oleh aktivitas industri ekstraktif, mulai dari pertambangan, perkebunan sawit, hingga hutan tanaman industri. Akibatnya lahan pertanian dan perkebunan bagi petani, juga pesisir dan laut bagi nelayan, terus tergerus di hadapan ekspansi industri ektraktif tersebut.
“Misalnya dalam sektor tambang, terdapat kurang lebih 300 jumlah izin tambang yang aktif berproduksi, yang tersebar di daratan Halmahera, serta pulau-pulau kecil seperi Pulau Pakal, Mabuli, Gebe, dan Kepulauan Obi. Ini belum termasuk pabrik pengolahan dan permurnian smelter dan PLTU, serta pabrik pengolahan baterai listrik yang semuanya beraktivitas di atas negeri rempah-rempah itu,” ujarnya.
Menurutnya, Terjadi eksploitasi habis-habisan oleh korporasi tambang yang terus berlangsung masif itu, telah membuat daratan dan pesisir Maluku Utara sekarat. Penambangan telah mengupas vegetasi dan membongkar isi perut pulau, sehingga kerusakannya tak hanya wilayah daratan, tapi juga wilayah laut yang rentan tercemar material tambang.
“Penambangan juga telah menyebabkan alih fungsi lahan dalam skala besar, menghancurkan kawasan hutan, menghilangkan dan mencemari sumber air, bahkan tak sedikit warga akan tergusur, seperti rencana Harita Group yang mau merelokasi masyarakat Desa Kawasi di Halmahera Selatan,” ucapnya Syamsudin.
Dirinya menjelaskan, Fakta eksploitasi besar-besaran Maluku Utara di atas, menjadi penghancuran ruang hidup warga, diperparah dengan rencana pemerintah untuk membuang limbah tailing nikel di perairan kepulauan Obi, melalui proyek Deep Sea Tailing Placement atau ‘pembuangan limbah nikel ke laut dalam’ untuk pabrik hidrometalurgi.
“Perusahaan yang sudah dan tengah mengurus rekomendasi dan perizinan dari pemerintah, antara lain PT Trimegah Bangun Persada, anak perusahaan Harita Group, di Kepulauan Obi, dan PT QMB New Energy Material, PT Trimegah Bangun Persada, telah mengantongi izin lokasi perairan dari Gubernur Maluku Utara, dengan No SK 502/01/DPMPTSP/VII/2019 pada 2 Juli 2019 lalu,” sebutnya.
Sambungnya, sesuai dalam Perda No 2 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Provinsi Maluku Utara, alokasi ruang perairan kepulauan Obi tidak dialokasikan untuk pembuangan limbah tailing, tetapi merupakan zona perikanan tangkap untuk ikan yang di permukaan hingga di dasar laut. Selain itu, perairan kepulauan Obi masuk dalam alur migrasi mamalia laut.
“Dengan demikian, dugaan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan surat rekomendasi pemanfaatan ruang laut, berikut kebijakan Gubernur Maluku Utara yang nekat menerbitkan izin lokasi perairan kepada anak perusahaan Harita Group tersebut, mencerminkan sikap dan posisi pemerintah yang secara terbuka menjadi pengabdi korproasi, lalu secara sadar abai, bahkan “membunuh” sumber penghidupan masyarakat,” tegasnya. (Toks).