TERNATE – Front Masyarakat Dan Pemuda Ternate melakukan aksi kedua, terkait dengan penolakan “coho gia” yang bertempat didepan Kantor Camat Ternate Utara sekitar 2:30 tadi.
Pasalnya, Aksi tolak “coho gia kololi kie” karena dinilai melanggar “adat seatorang” yang selama ini diyakini oleh masyarakat Ternate. Sebagai orang Ternate, selama ini hanya mengenal kololi kie sebagai ritual adat yang punya makna spiritual. Ungkap Hasrul Hi. Kahar kepada awak LenteraInspiratif.
“Aksi pada hari ini adalah aksi lanjutan atau aksi kedua yang kami lakukan, karena tidak diapresiasi oleh pemerintah Kota. Karena aksi kami kemarin itu, setelah hasil koordinasi dengan pihak Kesbanpol didepan Kantor Camat Ternate Utara bahwa kami akan adakan hering bersama di Kadaton Kesultanan Ternate. Namun, hal ini tidak diindahkan langsung, ” kata Korlap disapa Uston kepada LenteraInspiratif, Selasa, (3/9/2019).
Menurut Hasrul (Uston) ritual kololi kie itu keluar dari Kadaton Kesultanan Ternate, bukan dari Kantor Walikota atau komunitas-komunitas yang buat diri pandai.
“Kami menunggu janji dari Kesbanpol bahwa aksi pada (30/8) kemarin akan diadakan hering tepatnya pada jam 3:00 di Kedaton. Namun, kami menunggu sampai sekarang ternyata tidak ada keterpanggilan untuk mengkoordinasi masalah tersebut,” ujarnya.
Hasrul menambahkan, ritual kesultanan tidak ada cerita istilah pegang tangan keliling gunung, ini merusak adat dan kebiasaan ritual kololi kie, tegas Hasrul dengan nada keras.
“Makanya ini adalah salah satu bentuk pembohong dan pembodohan. Untuk itu, kami masyarakat dan pemuda Ternate menolak keras salah satu agenda ICCF “coho gia kololi kie” dengan alasan karena tidak berlandas pada norma agama, kata “coho gia” ini adalah kata penangkapan, sedangkan menggunakan bahasa Ternate yang baik dan lembut untuk didengar adakah gugu, foma gugu gia yang artinya memengang.Dan harapan kami agar pemerintah segera mengambil langkah dan memutuskan yang namanya coho gia,” pungkasnya. (atir)





